Wednesday, March 4, 2015

Belajar Dari Selembar Daun

Posted by Denas (Dewi Nastiti)
Daun. Rara dan bunda cukup akrab dengan ciptaan Allah yang satu ini. Bukan karena kami ulat yang gemar nyemil  dedaunan lho, tapi karena disekitar rumah kami masih bernuansa ijo royo-royo (bisa dibaca: ndeso).

 














Saking banyaknya daun yang berinteraksi dengan kami, bunda jadi lupa mengajarkan Rara untuk menyayangi sang daun. Lebih tepatnya membedakan mana daun yang boleh dipetik dan mana yang tidak. Yang Rara lihat daun dipetik untuk makanan ternak, daun dipetik untuk dimasak, atau daun dipetik untuk bungkus-bungkus. Rara terlalu bebas memperlakukan mereka. Hobinya petik daun dan bunga rambat untuk hadiah Sofia (nama anak kambing dirumah).

Sampai suatu ketika Rara pergi bersama bunda ke rumah Kak Zahro (anak dari amah Miftah, teman bunda di Salimah). Disana kebanyakan tanaman tumbuh didalam pot, yang artinya tanaman tersebut bisa dikatakan tanaman hias. Rara dengan santainya memetik satu persatu daun yang tumbuh dengan subur dan penuh kasih sayang itu. Gimana enggak, daunnya kinclong-kinclong mungkin karena yang punya rajin ngelapin satu-satu setiap hari (who knows?) Dan tiba-tiba kak Zahro pun protes bertanya kesemua orang sambil membawa beberapa lembar daun kuping gajahnya, “siapa ini yang motesin daun-daunku?” (oh nooo....that’s my sweet heart do). Jadilah kami minta maaf dan dapat satu pelajaran menarik dihari itu.

Mari kita merenung sejenak.

Dari daun manusia bisa mendapat banyak hal. Daun begitu menginspirasi. There’s so much lesson to learn from the leaf.

Daun, saat ia masih berada diatas pohon menempel pada tangkainya, kerjanya adalah memberi. Diserapnya energi matahari untuk ia olah menjadi sumber tenaga dan ia alirkan keseluruh tubuh sang pohon.  Saat tiba waktunya ia terlepas dari tangkai, daun tak pernah protes terhadap Tuhan. Ia jalani setiap takdirnya dengan tetap tenang, ia berayun dibawa angin. Bertemu dengan daun lain, bertemu dengan rerumputan, dengan kupu-kupu, dengan ternak , begitu menikmatinya. Bahkan begitu menikmatinya sampai seakan ia telah diberitahu oleh Tuhan bahwa dalam kejatuhannya ia tetap dapat memberi. Benar saja. Ketika daun mencapai tanah, daun berubah menjadi humus. Sumber kehidupan baru. Daun tetap memberi. Tetap bermanfaat.




“… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)....” (al-An’aam: 59) 


HATIKU SELEMBAR DAUN
Oleh: Sapardi Djoko Damono
hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput 
nanti dulu, biarkan aku terbaring disini
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi

0 comments on "Belajar Dari Selembar Daun"

Post a Comment

Denas (Dewi Nastiti)
Daun. Rara dan bunda cukup akrab dengan ciptaan Allah yang satu ini. Bukan karena kami ulat yang gemar nyemil  dedaunan lho, tapi karena disekitar rumah kami masih bernuansa ijo royo-royo (bisa dibaca: ndeso).

 














Saking banyaknya daun yang berinteraksi dengan kami, bunda jadi lupa mengajarkan Rara untuk menyayangi sang daun. Lebih tepatnya membedakan mana daun yang boleh dipetik dan mana yang tidak. Yang Rara lihat daun dipetik untuk makanan ternak, daun dipetik untuk dimasak, atau daun dipetik untuk bungkus-bungkus. Rara terlalu bebas memperlakukan mereka. Hobinya petik daun dan bunga rambat untuk hadiah Sofia (nama anak kambing dirumah).

Sampai suatu ketika Rara pergi bersama bunda ke rumah Kak Zahro (anak dari amah Miftah, teman bunda di Salimah). Disana kebanyakan tanaman tumbuh didalam pot, yang artinya tanaman tersebut bisa dikatakan tanaman hias. Rara dengan santainya memetik satu persatu daun yang tumbuh dengan subur dan penuh kasih sayang itu. Gimana enggak, daunnya kinclong-kinclong mungkin karena yang punya rajin ngelapin satu-satu setiap hari (who knows?) Dan tiba-tiba kak Zahro pun protes bertanya kesemua orang sambil membawa beberapa lembar daun kuping gajahnya, “siapa ini yang motesin daun-daunku?” (oh nooo....that’s my sweet heart do). Jadilah kami minta maaf dan dapat satu pelajaran menarik dihari itu.

Mari kita merenung sejenak.

Dari daun manusia bisa mendapat banyak hal. Daun begitu menginspirasi. There’s so much lesson to learn from the leaf.

Daun, saat ia masih berada diatas pohon menempel pada tangkainya, kerjanya adalah memberi. Diserapnya energi matahari untuk ia olah menjadi sumber tenaga dan ia alirkan keseluruh tubuh sang pohon.  Saat tiba waktunya ia terlepas dari tangkai, daun tak pernah protes terhadap Tuhan. Ia jalani setiap takdirnya dengan tetap tenang, ia berayun dibawa angin. Bertemu dengan daun lain, bertemu dengan rerumputan, dengan kupu-kupu, dengan ternak , begitu menikmatinya. Bahkan begitu menikmatinya sampai seakan ia telah diberitahu oleh Tuhan bahwa dalam kejatuhannya ia tetap dapat memberi. Benar saja. Ketika daun mencapai tanah, daun berubah menjadi humus. Sumber kehidupan baru. Daun tetap memberi. Tetap bermanfaat.




“… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)....” (al-An’aam: 59) 


HATIKU SELEMBAR DAUN
Oleh: Sapardi Djoko Damono
hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput 
nanti dulu, biarkan aku terbaring disini
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi

0 Responses

Post a Comment

 

Notes from Denas Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Templates Image by Tadpole's Notez