Friday, March 6, 2015

Belajar Dari Sebongkah Tanah

Posted by Denas (Dewi Nastiti)

Pengalaman Rara bermain tanah salah satunya adalah kemarin saat kami mengajaknya ke Taman Pintar (baca: salah satu wisata edukasi yang berada dikota Jogja. Berdekatan dengan titik Nol kilometer, disamping “shopping” Beringharjo-tempat belanja buku murah dan berkualitas ala Kwitang -juga dekat dengan pasar yang tentu saja ada pecel dawet dan kawan kawannya. Surga buat bunda).

Membayar Rp 5.000,00 Rara sudah mendapatkan satu bongkah tanah liat yang siap dibentuk menjadi apa yang dikehendakinya. Rara mulai mencubit, menggulung, menggeprek, wuallaaa...jadilah! Maksud saya jadilah ia bosan karena sudah putar-putar disana sejak 3 jam yang lalu. Hehe.

Akhirnya saya mengajak  Rara untuk membuat projek bersama (work with parent). WWP kami kali ini adalah membuat gerabah berbentuk sapi, alasannya karena disamping gubug kami bermain terdapat patung sapi. Hehe (ide yang sangat kepepet-seadanya). Bunda mulai membentuk muka sapi, badan dan totol-totol ciri khas sapi FH (Fries Holland). Rara menempelkan kaki dan buntutnya.  Selesai membuat si sapi gepeng ternyata tanah liatnya masih bersisa, bunda melanjutkan doodling yang bunda suka, pattern kriwel-kriwel atau ungkel-ungkel. Masih bersisa jugaaaa....dan itulah jatah ayah, dibuatkan Rara sebuah perahu ala ayah. Tanah pun habis. Mission accomplished. Horee...!

Asyiknya bermain tanah. Sampai lupa sudah siang dan perut mulai lapar. Pulang lah kami kerumah eyang yang jaraknya tak jauh dari pusat kota Jogja.

Tapi perjalanan si tanah tentu saja belum berakhir sampai disana. Tanah yang merupakan batuan yang melapuk, harus rela dijemur atau bahkan dibakar agar bisa disebut sebagai gerabah, karya seni.
Bahkan agar lebih bagus tanah harus siap dilapis cat atau bahan coating lain yang (menurut sang pekerja seni) akan membuat ia nampak sempurna.



Sama halnya dengan manusia seperti kita. Hamba Allah. Menempa diri adalah sebuah keniscayaan agar ujungnya mendapat kebahagiaan. Keras terhadap diri, tidak manja, bersabar dalam setiap prosesnya, adalah sikap yang wajib ada dalam menuntut ilmu (kehidupan). Easy come easy go. Jangan yaa! Semoga kelak Rara mengerti. Tak ada pelaut ulung yang lahir dari laut yang tenang.





0 comments on "Belajar Dari Sebongkah Tanah"

Post a Comment

Denas (Dewi Nastiti)

Pengalaman Rara bermain tanah salah satunya adalah kemarin saat kami mengajaknya ke Taman Pintar (baca: salah satu wisata edukasi yang berada dikota Jogja. Berdekatan dengan titik Nol kilometer, disamping “shopping” Beringharjo-tempat belanja buku murah dan berkualitas ala Kwitang -juga dekat dengan pasar yang tentu saja ada pecel dawet dan kawan kawannya. Surga buat bunda).

Membayar Rp 5.000,00 Rara sudah mendapatkan satu bongkah tanah liat yang siap dibentuk menjadi apa yang dikehendakinya. Rara mulai mencubit, menggulung, menggeprek, wuallaaa...jadilah! Maksud saya jadilah ia bosan karena sudah putar-putar disana sejak 3 jam yang lalu. Hehe.

Akhirnya saya mengajak  Rara untuk membuat projek bersama (work with parent). WWP kami kali ini adalah membuat gerabah berbentuk sapi, alasannya karena disamping gubug kami bermain terdapat patung sapi. Hehe (ide yang sangat kepepet-seadanya). Bunda mulai membentuk muka sapi, badan dan totol-totol ciri khas sapi FH (Fries Holland). Rara menempelkan kaki dan buntutnya.  Selesai membuat si sapi gepeng ternyata tanah liatnya masih bersisa, bunda melanjutkan doodling yang bunda suka, pattern kriwel-kriwel atau ungkel-ungkel. Masih bersisa jugaaaa....dan itulah jatah ayah, dibuatkan Rara sebuah perahu ala ayah. Tanah pun habis. Mission accomplished. Horee...!

Asyiknya bermain tanah. Sampai lupa sudah siang dan perut mulai lapar. Pulang lah kami kerumah eyang yang jaraknya tak jauh dari pusat kota Jogja.

Tapi perjalanan si tanah tentu saja belum berakhir sampai disana. Tanah yang merupakan batuan yang melapuk, harus rela dijemur atau bahkan dibakar agar bisa disebut sebagai gerabah, karya seni.
Bahkan agar lebih bagus tanah harus siap dilapis cat atau bahan coating lain yang (menurut sang pekerja seni) akan membuat ia nampak sempurna.



Sama halnya dengan manusia seperti kita. Hamba Allah. Menempa diri adalah sebuah keniscayaan agar ujungnya mendapat kebahagiaan. Keras terhadap diri, tidak manja, bersabar dalam setiap prosesnya, adalah sikap yang wajib ada dalam menuntut ilmu (kehidupan). Easy come easy go. Jangan yaa! Semoga kelak Rara mengerti. Tak ada pelaut ulung yang lahir dari laut yang tenang.





0 Responses

Post a Comment

 

Notes from Denas Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Templates Image by Tadpole's Notez