Monday, March 16, 2015

Pesan untuk orang-orang biasa

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Kumpulan tulisan ini adalah anak-anak zamannya. Lahir saat badai menerpa seluruh sisi kehidupan bangsa kita. Kumpulan tulisan ini adalah kerja kecil untuk tetap mempertahankan harapan dan optimisme kita ditengah badai itu.

Krisis adalah takdir semua bangsa. Ia tidak perlu disesali. Apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini sebuah kaidah, bahwa masalah kita bukan pada krisis itu terjadi. Itu tanda kelangsungan hidup atau kehancuran sebuah bangsa.

Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang diturunkan kebumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali kelangit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis.

Mereka tidak harus dicatat dalam buku sejarah. Atau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka bukan malaikat. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil jadi sebuah gunung: karya kepahlawanan adalah tabungan jiwa dalam masa yang lama.

Orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar itulah yang kita butuhkan di saat krisis. Bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil lalu menulisnya dalam autobiografinya. Semangat untuk melakukan kerja-kerja besar dalam sunyi yang panjang itulah yang dihidupkan kumpulan tulisan ini. Maka tulisan-tulisan ini mencoba menghadirkan makna-makna yang melatari sebuah tindakan kepahlawanan. Bukan sekedar cerita heroisme yang melahirkan kekaguman tapi tidak mendorong kita meneladaninya.

Para pahlawan bukan untuk dikagumi. Tapi untuk diteladani. Maka makna-makna yang melatari tindakan mereka yang perlu dihadirkan ke dalam kesadaran kita. Jadi tulisan-tulisan ini adalah pesan untuk orang-orang biasa, seperti saya sendiri, atau juga anda para pembaca, yang mencoba dengan tulus memahami makna-makna itu, lalu secara diam-diam merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung karya.

Sukses blog ini tidak perlu diukur dengan tiras besar. Tapi jika ada satu-dua hati yang mulai tergerak, dan mulai bekerja, saya akan cukup yakin berdoa kepada Allah: "Ya Allah, Jadikanlah kerja kecil ini sebagai kendaraan yang akan mengantarku menuju ridha dan surga-Mu.

Anis Matta

Momentum kepahlawanan

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Seseorang tidak menjadi pahlawan karena ia melakukan pekerjaan-pekerjaan kepahlawanan sepanjang hidupnya. Kepahlawanan seseorang biasanya mempunyai momentumnya. Ada potongan waktu tertentu dalam hidup seseorang dimana anasir kepahlawanan menyatu padu. Saat itulah ia tersejarahkan.

Akan tetapi, kita tidak mengetahui kapan datangnya momentum itu. Yaitu, kematangan pribadi dan peluang sejarah. Simaklah firman Allah SWT, “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan....” (Al-Qashash: 14)

Usaha manusiawi yang dapat kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan pribadi kita. Ini jenis kerja kapitalisasi asset kesejarahan personal kita. Yang kita lakukan di sini adalah mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya, dan kemudian mengkristalisasikannya. Dengan cara ini, kita memperluas “ruangan keserbamungkinan” dan sedikitnya membantu kita menciptakan peluang sejarah. Atau, setidaknya mengantar kita untuk berdiri dipintu gerbang sejarah.

Para pahlawan mukmin sejati tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan masalah peluang sejarah. Kematangan pribadi seperti modal dalam infestasi. Seperti apapun baiknya peluang anda, hal itu tidak berguna jika pada dasarnya Anda memang tidak punya modal. Peluang sejarah hanyalah ledakan keharmonisan dari kematangan yang terabaikan. Seperti keharmonisan antara pedang dan keberanian dalan medan perang, antara kecerdasan dan pendidikan formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, anda harus memilih salah satunya, maka pilihlah keberanian tanpa pedang dalam perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam ilmu. Selebihnya, biarlah itu menjadi wilayah takdir dimana anda mengharap datangnya sentuhan keberuntungan.

Kesadaran semacam ini mempunyai dampak karakter yang sangat mendasar. Para pahlawan mukmin sejati bukanlah pemimpi di siang bolong, atau orang-orang yang berdoa dalam kekosongan dan ketidakberdayaan. Mereka adalah para petani yang berdoa ditengah sawah, para pedagang yang berdoa ditengah kecamuk perang. Mereka mempunyai mimpi besar, tetapi pikiran mereka tercurahkan sepenuhnya pada kerja. Sekali-kali mereka menatap langit untuk menyegarkan ingatan pada misi mereka. Namun, setelah itu mereka menyeka keringat dan kembali bekerja kembali.

Wilayah kerja adalah lingkungan realitas, sedangkan wilayah peluang adalah ruang keserbamungkinan. Semakin luas pijakan kaki kita dalam lingkaran kenyataan, semakin besar kemungkinan menjadi kepastian, mengubah peluang menjadi pekerjaan, mengubah mimpi menjadi kenyataan.

Berjalanlah dengan mantap menuju rumah sejarah. Jika engkau sudah sampai di depan pintu gerbangnya, ketuklah pintunya dan bacakan pada penjaganya puisi Khairil Anwar:

Aku
kalau sampai waktuku
ku mau tak seorang kan merayu
tidak juga kau ….

Anis Matta

Keunikan

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Orang-orang menjadi pahlawan karena ia mempunyai bakat kepahlawanan alam dirinya dan karena bakat itu menemukan lingkungan yang memicu pertumbuhannya, kemudian menemukan momentum histiris yang menjadikannya abadi. Setiap orang datang membawa bakat yang berbeda, dan kemudian menemukan momentum historis yang berbeda.

Betapa banyak orang yang berbakat yang tidak menjadi pahlawan, karena tidak menemukan lingkungan dan momentum historis yang mengakomodasi bakatnya. Dan betapa banyak orang yang hidup ditengah lingkungan dan momentum historis yang memungkinkannya menjadi pahlawan, tetapi mereka tidak juga menjadi pahlawan. Karena memang mereka tidak berbakat.

Maka, keunikan individual para pahlawan itu adalah keniscayaan sejarah. Sebagian keunikan itu bersumber dari bakatnya, sebagian yang lainnya bersumber dari ruang dan waktu serta situasi-situasinya. Keharmonisan dan perpaduan antara bakat, ruang, waktu dan situasi adalah faktor utama yang mengantarkan seseorang kepada dunia kepahlawanan. Inilah yang dimaksud Allah SWT, “Setiap orang dimudahkan melakukan apa yang untuknya ia ciptakan.”

Maka, seseorang kemudian dianggap pahlawan karena ia melahirkan karya yang berbeda dari karya orang lain. Sejarah tidak mencatat pengulangan-pengulangan. Kecuali, untuk karya dalam bidang yang sama dengan kualitas yang berbeda secara hirarkis, tetapi berbeda dalam situasinya. Hal ini menyebabkan letak kepahlawanan setiap orang selalu berbeda.

Jadi, justru disinilah letak masalahnya. Menjadi unik adalah beban psikologis yang tidak semua orang dapat memikulnya. Ancaman bagi orang-orang yang unik adalah isolasi, keterasingan, dan akhirnya adalah kesepian. Sebab, tidak semua orang dapat memahaminya. Ketika Umar bin Khattab menemukan bahwa ternyata Allah SWT membuka pintu kekayaan dunia pada masa khilafahnya, ia mulai cemas jangan-jangan ini bukan prestasi, tetapi justru karena Allah ingin memisahkannya dari kedua pendahulunya, Rasulullah saw dan Abu Bakar. Sebab, Allah tidak membuka pintu kekayaan dunia pada kedua masa itu.

Para pahlawan mukmin sejati memahami kenyataan ini dengan baik. Dibutuhkan suatu tekad dan keberanian moral untuk menembus tirai kesalahpahaman publik dan lingkungan. Itu pada tahap awalnya. Namun, dibutuhkan tekad dan keberanian yang lebih besar lagi pada tahap selanjutnya. Yaitu, tekad dan keberanian untuk “memaksakan” kehadiran pribadi mereka dalam struktur kesadaran masyarakat. Inilah saat yang paling menegangkan dalam proses “pensejarahan” seseorang, karena sejarah hanyalah refleksi dari struktur kesadaran kolektif masyarakat. Pada saat seperti itulah, seorang pahlawan “memaksa” masyarakat untuk mengakuinya secara natural. Memaksa masyarakat untuk tunduk dihadapan kehebatan-kehebatannya. Memaksa masyarakat menyerah pada rasa kagum mereka terhadapnya, karena kebaikan-kebaikan yang berserakan pada individu-individu masyarakat itu berkumpul dalam diri sang pahlawan.

Maka, ketika Rasulullah saw wafat, para sahabat terguncang. Ketika Khalid bin Walid meninggal, para wanita Madinah menangis. Guncangan jiwa dan derai air mata dan bentuk-bentuk penyerahan diri masyarakat terhadap rasa kagum mereka.

Jika engkau bersedia untuk menerima takdir kesepian sebagai pajak bagi keunikan, maka niscaya masyarakat juga akan membayar harga yang sama: kelak mereka akan merasa kehilangan.

Anis Matta

Kesempurnaan

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Tidak ada manusia yang sempurna. Memang itulah kenyataannya. Akan tetapi, pada waktu yang sama kita juga diperintahkan untuk berusaha menjadi sempurna. Atau, setidaknya mendekati kesempurnaan.

Inilah masalahnya. Adakah kesalahan dalam perintah ini? Tidak! Namun, mengapa kita diperintahkan melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi kenyataan? Jawabannya adalah kesempurnaan itu relatif. Ukuran kesempurnaan itu relatif. Ukuran kesempurnaan adalah batas maksimum dari kemampuan setiap individu untuk berkembang. Karena, “Allah membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”(Al-Baqarah: 286).

Maka, bergerak menuju kesempurnaan adalah bergerak menuju batas maksimum itu. Akan tetapi, kemudian muncul pertanyaan baru, “Bagaimana cara mengetahui batas maksimum itu?”

Tidak ada jawaban ilmiah yang cukup valid untuk pertanyaan ini, jika jawaban yang kita harapkan adalah ukuran kuantitatif. Bahkan, tokoh-tokoh besar dalam sejarah manusia, kata Syeikh Muhammad Al-Ghazali dalam Jaddid Hayataka, ternyata hanya menggunakan lima sampai sepuluh persen dari total potensi mereka. Berapakah, misalnya, jumlah waktu yang dibutuhkan Einstein untuk menemukan teori realitivitas, jika sebanding dengan total umurnya?

Jadi, ukurannya tidak bersifat kuantitatif. Namun, bersifat psikologis. Yaitu, semacam kondisi psikologis tertentu yang dirasakan seseorang dari suatu proses maksimalisasi penggunaan potensi diri, dimana seseorang memasuki keadaan yang oleh Al-Qur'an disebut “menjelang putus asa.” (Yusuf: 110).

Maka, kesempurnaan itu obsesi. Bila obsesi itu kuat, maka ia akan menjadi mesin yang memproduksi tenaga jiwa, yang membuat seseorang mampu bergerak secara konstan menuju titik kesempunaan. Yang kemudian terjadi dalam kenyataan adalah suatu proses perbaikan berkesinambungan. Karena itu, kadar kepahlawanan seseorang tidak diukur pada awal perjalanan hidupnya. Tidak juga pada pertengahannya. Namun, pada akhirnya; pada perbandingan antara satuan waktunya dengan satuan karyanya dan pada perbandingan antara karyanya dengan karya orang lain. Seseorang dianggap pahlawan karena jumlah satuan karyanya melebihi jumlah satuan waktunya dan karena kualitas karyanya melebihi kualitas rata-rata orang lain.

Itulah sumber dinamika yang dimiliki para pahlawan mukmin sejati: obsesi kesempurnaan. Akan tetapi, obsesi ini mudah dilumpuhkan oleh sebuah virus yang biasanya menghinggapi para pahlawan. Yaitu, kebiasaan merasa besar karena karya-karya itu, walaupun ia sangat merasakan hal itu. Sebab, perasaan itu akan membuatnya berhenti berkarya. Maka, Imam Ghazali mengatakan, “Siapa yang mengatakan saya sudah tahu, niscaya ia segera menjadi bodoh.”

Jadi, musuh obsesi kesempurnaan adalah sifat megalomania. Inilah hikmah yang kita pahami dari turunnya surah Al-Nasr pada saat Fathu Makkah, “Apabila ia datang pertolongan Allah dan kemenangannya, dan engkau melihat orang-orang berbondong-bondong masuk kedalam agama Allah, maka bertasbihlah kepada Tuhanmu dan mintalah ampunan-Nya, karena sesungguhnya Ia Maha Menerima Taubat.”

Rasulullah saw pun tertunduk sembari menangis tersedu-sedu saat menerima wahyu itu, hingga janggut beliau menyentuh punuk untanya. Membebaskan satu negeri adalah karya besar. Akan tetapi, ketika Uqbah bin Nafi' bergerak untuk membebaskan Afrika, beliau hanya mengucapkan sebuah kalimat yang sangat seerhana, “Ya Allah, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Anis Matta

Dibalik Keharumanya

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Nama para pahlawan mukmin sejati senantiasa harum sepanjang sejarah. Akan tetapi, hanya sedikit orang yang mengetahui berapa besar pajak yang telah mereka bayar untuk keharuman itu. Masyarakat manusia pada umumnya selalu mempunyai dua sikap terhadap keharuman itu. Pertama, mereka biasanya akan mengagumi para pahlawan itu, bahkan terkadang sampai pada tingkat pendewaan. Kedua, mereka akan merasa kasihan kepada para pahlawan tersebut, karena mereka tidak sempat menikmati hidup secara wajar. Yang kedua ini biasanya datang dari keluarga dekat sang pahlawan.

Apa yang dirasakan “orang luar” berbeda dengan apa yang dirasakan oleh sang pahlawan itu sendiri. Kekaguman, mungkin merupakan sesuatu yang indah bagi banyak orang. Namun, para pahlawanlah yang membayar harga keharuman itu. Dan, harga itu yang tidak diketahui orang banyak. Maka, seorang penyair Arab terbesar, Al-Mutanabbi, mengatakan, “orang luar mengagumi kedermawanan sang pahlawan, tetapi tidak merasakan kemiskinan yang mungkin diciptakan oleh kedermaanan. Orang luar mengagumi keberanian sang pahlawan, tetapi mereka tidak merasakan luka yang menghantarnya menuju kematian.”

Akan tetapi, ada juga kenyataan lain yang sama sekali terbalik. Keluarga para pahlawan seringkali tidak merasakan gaung kebesaran atau semerbak harum nama sang pahlawan. Karena, ia hidup ditengah-tengah mereka, setiap hari, bahkan setiap saat. Bagi mereka, sang pahlawan adalah juga manusia biasa, yang mempunyai keinginan-keinginan dan kegemaran-kegemaran tertentu seperti mereka. Mereka harus menikmatinya. Maka, merekalah yang sering menggoda sang pahlawan untuk tidak melulu “mendaki” langit, tetapi juga sekali-kali “turun” ke bumi.

Kedua sikap itu adalah jebakan. Kekaguman dan pendewaan sering menjebak para pahlawan. Sebab, hal itu akan mempercepat munculnya rasa puas dalam dirinya, sehingga karya yang sebenarnya belum sampai puncak, akhirnya terhenti di pertengahan jalan akibat rasa puas. Itulah sebab Imam Ghazali mengatakan, “Siapa yang mengatakan saya sudah berilmu, maka sesungguhnya orang itulah yang paling bodoh.”

Panggilan turun ke bumi adalah jebakan lain. Menjadi pahlawan memang akan menyebabkan kita meninggalkan sangat banyak kegemaran dan kenikmatan hidup. Bahkan, privasi kita akan sangat terganggu. Namun, itulah pajaknya. Akan tetapi, banyak orang gagal melanjutkan perjalanan menuju puncak kepahlawanan mereka, karena tergoda “kembali” kehabitat manusia biasa, seperti angin sepoy yang mengirim ngantuk kepada orang yang sedang membaca, seperti itulah panggilan turun kebumi menggoda sang pahlawan untuk berhenti mendaki. Itulah sebabnya Allah menegur para mujahidin yang mencintai keluarga mereka melebihi cinta mereka terhadap Allah, Rasul-Nya, dan jihad dijalan-Nya.

Maka, para pahlwan mikmin sejati berdiri tegak disana; diantara tipuan pendewaan dan godaan kenikmatan bumi. Mereka terus berjalan dengan mantap menuju puncak kepahlawanan: tidak ada kepuasaan sampai karya jadi tuntas, dan tidak ada kenikmatan melebihi apa yang mungkin diciptakan oleh kelelahan.

Anis Matta

Sahabat sang pahlawan

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Anda harus waspada dan berhati-hati! Sebab, disini ada jebakan kepahlawanan yang sering menipu banyak orang. Sahabat para pahlawan belum tentu juga pahlawan. Inilah tipuannya. Para pahlawan mungkin tidak tertipu, tetapi orang-orang yang bersahabat dengan para pahlawanlah yang lebih sering tertipu.

Dalam lingkungan pergaulan, para pahlawan adalah parfum. Apabila berada ditengah kerumunan, maka semua orang akan kecipratan keharumannya. Apabila ada “orang lain” yang mulai mendekat dan mencium keharuman itu, mungkin ia sulit mengenali dari mana keharuman itu berasal.

Situasi ini tentu saja menguntungkan orang-orang yang mengerumuni sang pahlawan. Mendapatkan peluang untuk diduga sebagai pahlawan. Itulah awal mula kejadiannya. Orang-orang biasa selalu merasa puas dengan bergaul dan menjadi sahabat para pahlawan. Mereka sudah cukup puas dengan mengatakan, “Oh, pahlawan itu sahabatku,” atau ungkapan “Oh, pahlawan itu seangkatan denganku.” orang-orang itu tidak mau bertanya, mengapa bukan dia yang menjadi pahlawan.

Akan tetapi, ada “orang biasa” yang mempunyai sedikit rasa megaloman, semacam obsesi kepahlawanan yang tidak terlalu kuat, namun ada dan meletup-letup pada waktu tertentu. Orang-orang seperti ini sering merasa telah menjadi pahlawan hanya karena ia bersahabat dengan para pahlawan. Dan karenanya, sering berperilaku seakan-akan dialah sang pahlawan.

Yang kita saksikan dalam kejadian ini adalah suatu proses identifikasi “orang biasa” dengan sahabatnya yang “pahlawan”. Ini merupakan tipuan jiwa: seseorang tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan, tetapi mau menyandang gelar kepahlawanan, dengan memanfaatkan kamuflase persahabatan.

Persahabatan memang sering menipu, bukan karena tabiat persahabatan yang memang menyimpan tipuan, tetapi karena sebuah “kebutuhan jiwa” tertentu, yang memanfaatkan persahabatan untuk memenuhinya. Maka, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, suatu ketika memperingatkan para “murid” yang sedang menuntut ilmu di bawah bimbingan para ulama. Katanya, “Waspadalah, jangan merasa telah menjadi ulama, hanya karena bergaul dan bersahabat dengan para ulama.”

Apakah kita harus meninggalkan sahabat-sahabat kita yang para pahlawan itu? Tentu saja tidak! Yang perlu kita lakukan adalah meluruskan perasaan kita sendiri dan meluruskan pandangan terhadap diri kita sendiri. Suatu saat, Buya Hamka membawa istrinya kedalam sebuah majelis, dimana ia akan berceramah. Tiba-tiba, tanpa diduga, sang protokol juga mempersilahkan juga istri beliau untuk berceramah. Mereka tentu berprasangka baik: istri sang ulama juga mempunyai ilmu yang sama. Dan, istri beliau benar-benar naik ke podium. Buya Hamka terhenyak. Hanya satu menit. Setelah memberi salam, istrinya berkata, “Saya bukan penceramah, saya hanya tukang masak untuk sang penceramah.”

Jangan melakukan identifikasi diri yag salah. Jangan menilai diri sendiri melampaui kadarnya yang objektif. Namun, ada yang jauh lebih penting dari itu. Jangan pernah berpikir untuk menjadi pahlawan, tanpa melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan.

Anis Matta

Seni memperhatikan

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments


Kalau intinya cinta adalah memberi, maka pemberian pertama seorang pencinta sejati adalah perhatian. Kalau kamu mencintai seseorang, kamu harus memberi perhatian penuh kepada orang itu. Perhatian yang lahir dari lubuk hati paling dalam, dari keinginan yang tulus untuk memberikan apa saja yang diperlukan orang yang kamu cintai untuk menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.

Perhatian adalah pemberian jiwa: semacam penampakan emosi yang kuat dari keinginan baik kepada orang yang kita cintai. Tidak semua orang memiliki kesiapan mental untuk memperhatikan. Tidak juga semua orang yang memiliki kesiapan mental memiliki kemampuan untuk terus memperhatikan.

Memperhatikan adalah kondisi di mana kamu keluar dari dalam dirimu menuju orang lain yang ada di luar dirimu. Hati dan pikiranmu sepenuhnya tertuju kepada orang yang kamu cintai. Itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mereka yang bisa keluar dari dalam dirinya adalah orang-orang yang sudah terbebas secara psikologis. Yaitu bebas dari kebutuhan untuk diperhatikan. Mereka independen secara emosional: kenyamanan psikologis tidak bersumber dari perhatian orang lain terhadap dirinya. Dan itulah musykilnya. Sebab sebagian orang besar lebih banyak terkungkung dalam dirinya sendiri. Mereka tidak bebas secara mental. Mereka lebih suka diperhatikan daripada memperhatikan. Itu sebabnya mereka selalu gagal mencintai.

Itulah kekuatan para pencinta sejati: bahwa mereka adalah pemerhati yang serius. Mereka memperhatikan orang-orang yang mereka cintai secara intens dan menyeluruh. Mereka berusaha secara terus-menerus untuk memahami latar belakang kehidupan sang kekasih, menyelidiki seluk beluk persoalan hatinya, mencoba menemukan karakter jiwanya, mendefinisikan harapan-harapan dan mimpi-mimpinya, dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai kepada harapan-harapannya.

Para pemerhati yang serius biasanya lebih suka mendengar daripada didengarkan. Mereka memiliki kesabaran yang cukup untuk mendengar dalam waktu yang lama. Kesabaran itulah yang membuat orang betah dan nyaman menumpahkan isi hatinya kepada mereka. Tapi kesabaran itu pula yang memberi mereka peluang untuk menyerap lebih banyak informasi tentang sang kekasih yang mereka cintai.

Tapi di sini juga disimpan sesuatu yang teramat agung dari rahasia cinta. Rahasia tentang pesona jiwa para pencinta. Kalau kamu terbiasa memperhatikan kekasih hatimu, secara perlahan-lahan dan tanpa ia sadari ia akan tergantung dengan perhatianmu. Secara psikologis ia akan sangat menikmati saat-saat diperhatikan itu. Bila suatu saat perhatian itu hilang, ia akan merasakan kehilangan yang sangat. Perhatian itu niscaya akan menyiksa jiwanya dengan rindu saat kamu tidak berada di sisinya. Mungkin ia tidak mengatakannya. Tapi ia pasti merasakannya.

~(serial cinta, anis matta)~

Pekerjaan orang kuat

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments


Cinta adalah kata yang mewakili seperangkat kepribadian yang utuh: gagasan, emosi dan tindakan. Gagasannya adalah tentang bagaimana membuat orang yang kita cintai tumbuh dan berkembang menjadi baik, dan berbahagia karenanya. Ia juga emosi yang penuh kehangatan dan gelora karena seluruh isinya adalah semata-mata keinginan baik. Tapi ia harus mengejawantah dalam tindakan nyata. Sebab gagasan dan emosi tidak merubah apa pun dalam kehidupan kita kecuali setelah ia menjelma jadi aksi.

Orang-orang seringkali hanya mengambil bagian tengah dari cinta: emosi. Dalam kehidupan mereka cinta adalah gumpalan perasaan yang romantis dan penuh keindahan. Mereka bahkan meungkin bisa memutuskan untuk mempertahankan suatu penderitaan seringkali karena mereka menikmati romantikanya: hidup digubuk derita, makan sepiring berdua. Mereka melankolik. Karenanya kehidupan mereka tidak berkembang.

Cinta dalam pengertian yang luas inilah yang menjamin bahwa suatu hubungan dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Tidak ada hubungan yang dapat dipertahankan - dalam jangka panjang- jika kita tidak mempunyai suatu gagasan tentang bagaimana membuatnya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Kebosanan dalam hubungan suami istri, misalnya, sering terjadi karena keduanya secara personal sama-sama tidak berkembang. Mereka sama-sama mengalami "penyusutan" kualitas kepribadian bersama perjalanan umur. Karenanya mereka sama-sama membosankan.

Jika cinta adalah sebuah totalitas. Di sana gagasan, emosi dan tindakan bergabung jadi satu kesatuan yang utuh dan bekerja secara bersama-sama bagi kebahagiaan dan kebaikan orang-orang yang kita cintai. Orang-orang dengan kepribadian yang lemah dan lembek tidak mencintai dengan kuat. Para pencinta sejati selalu datang dari orang-orang dengan kepribadian yang kuat dan tangguh.

Mencintai -dengan begitu- adalah pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kepribadian. Maka para pencinta sejati selalu mengembangkan kepribadian mereka secara terus menerus. Sebab hanya dengan begitu mereka dapat mengembangkan kemampuan mereka mencintai. Cinta dan kepribadian adalah dua kata yang tumbuh bersama dan sejajar. Makin kuat kepribadian kita makin mampu kita mencintai dengan kuat. Mengendalikan perasaan saja dalam mencintai hanya akan melahirkan para pembual yang menguasai hanya satu keterampilan menebar janji.

Mereka yang ingin menjadi pencinta sejati harus terlebih dahulu membenahi dan mengembangkan kepribadiannya. Menggagas bagaimana membuat orang yang kita cintai tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik, mempertahankan "keinginan baik" kepada orang yang kita cintai secara konstan, dan terus menerus melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk membahagiakan mereka, hanya mempunyai satu makna: itu pekerjaan orang kuat. Cinta adalah pekerjaan orang kuat. Kalau Rasulullah saw dapat menampung sembilan orang istri dalam jiwanya, itu karena ia dapat menampung sembilan kepribadian dalam kepribadiannya.

~ [Serial Cinta, Anis Matta] ~

Pesona sang nabi

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments


"Kalau aku adalah Muhammad," kata Iqbal, "aku takkan turun kembali ke bumi setelah sampai di Sidratul Muntaha."

Iqbal barangkali mewakili perasaan kita semua: persoalan keteduhan di haribaan Allah, di puncak langit ketujuh, di Sidratul Muntaha, terlalu menggoda untuk ditinggalkan apalagi untuk sebuah kehidupan penuh darah dan air mata di muka bumi. Dua kehidupan yang tidak dapat diperbandingkan. Sebab perjalanan ke Sidratul Muntaha itu memang terjadi setelah sepuluh tahun masa kenabian yang penuh tekanan, disusul kematian orang-orang tercinta yang menjadi penyangga, Khadijah dan Abu Thalib. Perjalanan itu perlu untuk menghibur Sang Nabi dengan panorama kebesaran Allah swt.

Tapi Sidratul Muntaha bukan penghentian. Maka Sang Nabi turun ke bumi juga akhirnya. Menembus kegelapan hati kemanusiaan dan menyalakannya kembali dengan api cinta. Cintalah yang menggerakkan langkah kakinya turun ke bumi. Cinta juga yang mengilhami batinnya dengan kearifan saat ia berdoa setelah anak-anak Tahif melemparinya dengan batu sampai kakinya berdarah: "Ya Allah, beri petunjuk pada umatku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui." Seperti juga cinta menghaluskan jiwanya sebelas tahun kemudian, saat ia membebaskan penduduk Makkah yang ia taklukkan setelah pertarungan berdarah-darah selama dua puluh tahun: "Pergilah kalian semua, kalian sudah kumaafkan," katanya ksatria.

Dengan kekuatan cintalah Sang Nabi menaklukan jiwa-jiwa manusia dan merentas jalan cepat kedalamnya. Maka wahyu mengalir bagai air membersihkan karat-karat hati yang kotor dan sakit, kemudian menyatukannya kembali dalam jalinan persaudaraan abadi, lalu menggerakkannya untuk menyalakan dunia dengan api cinta mereka. Seketika kota Madinah menyala dengan cinta. Lalu Jazirah Arab. Lalu Persi. Lalu Romawi. Lalu dunia. Dan Rumi pun bersenandung riang:

Jalan para nabi kita adalah jalan cinta
Kita adalah anak-anak cinta 
Dan cinta adalah ibu kita

Jalan cinta selalu melahirkan perubahan besar dengan cara yang sangat sederhana. Karena ia menjangkau pangkal hati secara langsung darimana segala perubahan dalam diri seseorang bermula. Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan seketika ia berujung haru.

Begitulah sebuah pertanyaan sederhana mengantar Khalid menuju Islam. Sang Nabi bertanya kepada saudara laki-laki Khalid yang sudah lebih dulu masuk Islam. "Kemana Khalid? Sesungguhnya aku menyaksikan ada akal besar dalam dirinya." Khalid yang pernah membantai pasukan panah Sang Nabi dalam perang Uhud seketika tergetar. Padahal saat itu ia sedang merencanakan serangan kepada Sang Nabi menjelang perjanjian Hudaibiyah. Ia pun mencapai kepasrahannya

Cinta Terkembang jadi Kata

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments


Selalu begitu. Cinta selalu membutuhkan kata. Tidak seperti perasaan-perasaan lain, cinta lebih membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.

Tidak mungkin memang. Dua bola mata kita terlalu kecil untuk mewakili semua makna yang membuncah di laut jiwa saat badai cinta datang. Mata yang sanggup menyampaikan sinyal pesan bahwa ada badai dilaut jiwa. Hanya itu. Sebab cinta adalah gelombang makna-makna yang menggores langit hati, maka jadilah pelangi; goresannya kuat, warnanya terang, paduannya rumit, tapi semuanya nyata. Indah.

Itu sebabnya ada surat cinta. Ada cerita cinta, ada puisi cinta, ada lagu, semuanya adalah kata. Walaupun tidak semua kata mampu mewakili gelombang makna-makna cinta, tapi badai itu harus diberi kanal; biar dia mengalir sampai jauh. Cinta membuat makna-makna itu jadi jauh lebih nyata dalam rekaman jiwa kita. Bukan hanya itu. Cinta bahkan menyadarkan kita pada wujud-wujud lain dari kita; langit, laut, gunung, padang rumput, tepi pantai, gelombang, purnama, matahari, senja, gelap malam, cerah pagi, taman bunga, burung-burung... tiba-tiba semua wujud itu punya arti... tiba-tiba semua wujud itu masuk kedalam kesadaran kita... tiba-tiba semua wujud itu menjadi bagian dalam hidup kita... tiba-tiba semua wujud itu menjadi kata yang setia menjelaskan perasaan-perasaan kita... tiba-tiba semua wujud itu berubah menjadi metafora-metafora yang memvisualkan makna-makna cinta. Itu sebabnya para pecinta selalu berubah menjadi sastrawan atau penyair... atau setidaknya menyukai karya-karya para sastrawan, menyukai puisi, atau mau belajar melantunkan lagu. Bukan karena ia percaya bahwa ia akan benar-benar menjadi sastrawan atau penyair yang berbakat... tapi semata-mata ia tidak kuat menahan gelombang makna-makna cinta.

Cinta membuat jiwa kita jadi halus dan lembut... maka semua yang lahir dari kehalusan dan kelembutan itu adalah juga makna-makna yang halus dan lembut... hanya katalah yang dapat menguranginya, menjamahnya perlahan-lahan sampai ia tampak terang dalam imaji kita. Puisi “Aku ingin” nya Sapardi Djoko Damono mungkin bisa jadi sebuah contoh bagaimana kata mengurangi dan menjamah makna-makna itu... apakah Sapardi sedang jatuh cinta atau sedang ingin memaknai kembali cintanya? Saya tidak tahu! Tapi begini katanya:

Aku ingin mencintaimu
Dengan cara yang sederhana
Seperti Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
Dengan cara yang sederhana
Seperti Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

~serial cinta Anis Matta~

Sayap yang tak pernah patah

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments


Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka 'majnun' lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.

Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu disana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:

O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati

Mari kita ikut berbelasungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.

Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. "Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta dihati yang lain," kata Rumi, "sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain." Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.

kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung: mencintai.

Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yan sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki cinta, memiliki "sesuatu" yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.

Jadi kita hanya patah atau hancur karena lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita!

~[Serial CintaAnis Matta] ~

Thursday, March 12, 2015

Tiramisu oh tiramisu

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Umm..saya udah gk bisa berkata-kata lagi nih...
Habis makan cake buatan sendiri, dan ternyata rasanya enaaaak. Heheee Denas narsiiiis.

Yang mau coba monggoo...
Tinggal order buat yang di Jogja.
Mau buat sendiri juga boleeeh....ini saya kasih contekannya

Tahapan:

1. Membuat base cake
2. Membuat syrup coffee
3. Membuat mousse
4. Mendekor

How to:
1. Base cake yang saya gunakan adalah sponge cake coklat.

Resepnya pakai resep NCC
8kutel+7telur utuh+200gr gula kastor+emulsifier  dikocok sampai kental berjejak
100gr terigu+25gr coklat powder+25gr maizena+15gr susu bubuk dimasukkan dan kocok dg speed rendah
150gr butter(boleh dipadu dg margarin boleh full salah satunya saja) dilelehkan dan dimasukkan sambil aduk balik.
Panggang di 180°C hingga matang. Belah tipis sesuai selera.

2. Syrup coffee
Saya mencairkan kopi instan (pakai nescaffe classic) 2sdm/boleh lebih dalam 300ml air+gula kastor 2sdm.
Tambah essence coffee noir (boleh diskip)

3. Mousse
Ini dia kunci tiramisu.
Saya pakai 250gr keju mascarpone+250ml whip cream yg dikocok dg 50gr gula kastor+1/2sdm vanilla +3sdm syrup coffee
Setelah smooth, simpan dalam kulkas.

4. Dekorasi
Ambil cakenya,siram dg syrup coffee, oles dg selai coklat(saya pakai nutella,boleh merk lain), buat lapisan mousse,cake lagi,begitu seterusnya hingga habis.

Jika sudah selesai, sebaiknya simpan cake dalam freezer agar mousse nya set. Baru kemudian didekor.
Lapisi permukaan cake dg butter cream(saya pakai 100gr haan whip cream dalam 150ml air es).
Lalu dekorlah sesuka hatiiii

Kali ini saya memilih tema putih, saya gunakan spuit no.103 untuk border creamnya, dan coklat putih yg dibentuk kotak-kotak untuk border cake. Selanjutnya saya dusting sedikit dengan coklat powder. Greeting's bar nya saya buat cukup besar agar puas menulisnya, terakhir biar terlihat segar saya tambahkan buah.

Selamat mencoba.
HAPPY BIRTHDAY, My Life. Masto Subroto.

Note:
Saya juga membuat edisi in jar nya, saya pikir ini enak dan praktis karena bisa dinikmati saat "to go" .
Next saya posting saat packaging nya sudah jual-able yaaa...yang ini masih coba cobiiii...

Monday, March 9, 2015

Belajar Dari Semut, Those Amazing Ants!

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments
Setting:
Tiba dirumah rasanya saya ingin sebentar saja leyeh-leyeh. Melepas lelah dan menolak sakit yang mulai kirim signal  (reasoning males ngedapur). Jadilah saya "me time" dipojok favorit (ngopi sambil nulis ditemani lagu Chrisye dan Ebit). Heaven.
====

Pagi tadi ada peristiwa menarik yang kami (saya dan Rara) amati. Rara minta sarapan diteras sambil main sama choky, kucing dirumah. Senang rasanya Rara dan choky mulai akur. Soalnya sejak Rara lahir kucing itu jealuos nya minta ampun. Semanis apapun Rara ngajak main, hmm choky nya buang muka bahkan sering langsung pergi begitu saja. Hihihii sabar ya nak...

Tapi bukan kucing yang ingin saya bahas kali ini. Karena nyatanya ada yang lebih menarik. Tadi didepan teras ada segundukan kecil tanah berlubang, dari dalamnya keluar berisan semut hitam berukuran cukup besar. Rara terlihat ingin tahu. Dan saya katakan bahwa itu adalah sarang semut. 

Tak lama kemudian Rara bilang pada saya, "Bun, mam nya coki dibawa semut". WAH...jadi tontonan menarik nih gumam saya. Rara melihat bagaimana kuatnya semut memanggul sebutir whiskas. Saya katakan bahwa semut itu mampu mengangkat beban berat yang ukurannya 50x dari berat tubuhnya. Jadi kalau kita seperti semut, harusnya bunda kuat angkat mobil dengan kedua tangan dan memanggul diatas kepala.Allah baik banget ya Ra sama semut.

Rara juga melihat para semut keluar dari lubang bawah tanah dan membantu teman-temannya membawa makanan ke sarang. Apalagi ketika telur orak-ariknya (bahasa jawa: scrumble egg) ada yang jatuh dan digondol semut, dia teriak. Seperti gk rela tapi penasaran. Lucu, telurnya lebih besar dari lubang sarangnya, jadi semut-semut itu terlihat memakai segala cara agar berhasil membawa telur masuk kedalam. Ada yang memotong sedikit dan membawanya masuk, ada yang masih kekeuh menggeret besar-besar. 

Sambil menghabiskan sarapan, anak saya yang senyumnya bikin hati melting ini terus saja bertanya, "bun, itu ayahnya ya? bundanya mana? bundanya didalem?sama anaknya ya?" dan ini dan itu lucu sekali. Bunda jadi ingat ketika dulu di SoU (School of Universe-tempat bunda mengajar kakak-kakak SD kecil) betapa semut memang menjadi bahasan yang tiada habisnya untuk anak-anak, saking banyaknya hal menarik dan bernilai dari si semut yang bisa kita ambil. Rasanya dulu jatah 2 bulan membahas tema 'Amazing Ants' masih pingin tambah lagi ketika anak-anak ditanya mau request tema apa dibulan berikutnya.

Banyak yang bisa kita kupas lho, mulai dari fakta menarik, siklus hidup, sifat sosial, pekerja keras, bermacam spesies, ekperimen science yang seru (dengan leaf cutter ant misalnya), cari tau makanan kegemaran semut, performing art kostum semut- the ants go marching song, cerita nabi sulaiman, nonton kartun "ants", sampai treasure hunts ala semut, waaaah sekelas pada suka. 

Bagitupun Rara, ngobrolnya jadi banyak sampai-sampai sarapannya nambah. Sabar tunggu agak besar ya nak, baru kita main-main lebih banyak dengan semut.

===

Sekarang kita lihat dari sudut pandang yang berbeda. Dari semut kita bisa belajar arti keikhlasan dan kesungguhan. Yang terlihat, rumah semut adalah rumah mungil berupa gundukan tanah dipermukaan. Tak mengundang banyak mata. Bahkan sering terlupa, terinjak, rata kembali. 

Tapi sadarkah kita, dibawah sana telah terbangun sebuah kompleks yang detail dengan perencanaan dan desain yang amat mengagumkan. Kokoh. Jauh dari pikiran manusia. Sadarkah kita bahwa sesungguhnya semut sedang bekerja didalam sepi, didalam sunyi yang jauh dari hingar bingar. Asing. Ghuroba. Yang ia tahu hanyalah menggunakan jatah hidupnya sebagaimana fitrahnya ia diberi.  

Untuk kita, kadang menjadi asing dan terasing itu baik. 
Asing diantara orang-orang yang berbuat maksiat namun kita dapat berdiri kokoh memegang iman, itu baik.
Asing diantara orang-orang yang dzalim dan kita mampu untuk menggenggam janji Allah, itu baik. 
Asing diantara orang-orang yang enggan beribadah dan kita tetap mencintainya, itu baik. 
Dan asing diantara orang-orang yang suka mengejek ajakan kebaikan namun kita bersabar terhadapnya, itu juga baik. 

Karena  Rasulullah pernah bersabda, "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing" (HR Muslim)

Semoga hati kita senantiasa terpaut pada kebaikan. 






Friday, March 6, 2015

Belajar Dari Sebongkah Tanah

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

Pengalaman Rara bermain tanah salah satunya adalah kemarin saat kami mengajaknya ke Taman Pintar (baca: salah satu wisata edukasi yang berada dikota Jogja. Berdekatan dengan titik Nol kilometer, disamping “shopping” Beringharjo-tempat belanja buku murah dan berkualitas ala Kwitang -juga dekat dengan pasar yang tentu saja ada pecel dawet dan kawan kawannya. Surga buat bunda).

Membayar Rp 5.000,00 Rara sudah mendapatkan satu bongkah tanah liat yang siap dibentuk menjadi apa yang dikehendakinya. Rara mulai mencubit, menggulung, menggeprek, wuallaaa...jadilah! Maksud saya jadilah ia bosan karena sudah putar-putar disana sejak 3 jam yang lalu. Hehe.

Akhirnya saya mengajak  Rara untuk membuat projek bersama (work with parent). WWP kami kali ini adalah membuat gerabah berbentuk sapi, alasannya karena disamping gubug kami bermain terdapat patung sapi. Hehe (ide yang sangat kepepet-seadanya). Bunda mulai membentuk muka sapi, badan dan totol-totol ciri khas sapi FH (Fries Holland). Rara menempelkan kaki dan buntutnya.  Selesai membuat si sapi gepeng ternyata tanah liatnya masih bersisa, bunda melanjutkan doodling yang bunda suka, pattern kriwel-kriwel atau ungkel-ungkel. Masih bersisa jugaaaa....dan itulah jatah ayah, dibuatkan Rara sebuah perahu ala ayah. Tanah pun habis. Mission accomplished. Horee...!

Asyiknya bermain tanah. Sampai lupa sudah siang dan perut mulai lapar. Pulang lah kami kerumah eyang yang jaraknya tak jauh dari pusat kota Jogja.

Tapi perjalanan si tanah tentu saja belum berakhir sampai disana. Tanah yang merupakan batuan yang melapuk, harus rela dijemur atau bahkan dibakar agar bisa disebut sebagai gerabah, karya seni.
Bahkan agar lebih bagus tanah harus siap dilapis cat atau bahan coating lain yang (menurut sang pekerja seni) akan membuat ia nampak sempurna.



Sama halnya dengan manusia seperti kita. Hamba Allah. Menempa diri adalah sebuah keniscayaan agar ujungnya mendapat kebahagiaan. Keras terhadap diri, tidak manja, bersabar dalam setiap prosesnya, adalah sikap yang wajib ada dalam menuntut ilmu (kehidupan). Easy come easy go. Jangan yaa! Semoga kelak Rara mengerti. Tak ada pelaut ulung yang lahir dari laut yang tenang.





Thursday, March 5, 2015

Bolu Batik Motif Jogja

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments

































Postingan saya kali ini untuk melanjutkan tulisan Batik Roll Cake yang sempat terputus disini.
Beberapa motif batik yang saya buat dominan bernuansa bati Jogja. Itu karena saya sedang menumpang hidup di kotanan indah Yogyakarta. 
Diantaranya ada batik sidomukti, kawung,  dan lereng. 

Kalau dihalaman yang kemarin saya bercerita mengenai step by stepnya membuat batik roll cake, sekarang saya ingin sharing tentang resep base cake nya. Langsung saja ya,
Resep yang saya gunakan ada dua, vanila dan coklat.

Base cake vanila:
Bahan A
3 butir telur utuh
3 butir kuning telur
65 gr gula pasir
1sdt emulsifier (SP Ryoto berlabel halal)
1sdm air
1/2 sdt vanila

Bahan B
50 gr tepung terigu protein sedang
10 gr susu bubuk
1/8 sdt BP

Bahan C
65 gr mentega cair (bisa di padu antara mentega dan margarin atau pilih salah satunya saja, atau ditambah sedikit butter oil)

How to:
Kocok bahan A dengan mixer speed tinggi hingga kental berjejak
Masukkan bahan B sambil diayak dengan mixer speed rendah
Masukkan bahan C sambil diaduk dengan spatula
Oven disuhu 180 dercel untuk lapisan 2-3 cm atau 160 dercel untuk lapisan 4cm selama kurang lebih 25 menit.

Note: untuk base yang coklat, bahan B diubah komposisinya menjadi
25 gr terigu protein sedang
20 gr coklat bubuk (merk tulip warnanya pekat)
5 gr maizena
10 gr susu bubuk

Selamat mencoba yaa!

Wednesday, March 4, 2015

Belajar Dari Selembar Daun

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments
Daun. Rara dan bunda cukup akrab dengan ciptaan Allah yang satu ini. Bukan karena kami ulat yang gemar nyemil  dedaunan lho, tapi karena disekitar rumah kami masih bernuansa ijo royo-royo (bisa dibaca: ndeso).

 














Saking banyaknya daun yang berinteraksi dengan kami, bunda jadi lupa mengajarkan Rara untuk menyayangi sang daun. Lebih tepatnya membedakan mana daun yang boleh dipetik dan mana yang tidak. Yang Rara lihat daun dipetik untuk makanan ternak, daun dipetik untuk dimasak, atau daun dipetik untuk bungkus-bungkus. Rara terlalu bebas memperlakukan mereka. Hobinya petik daun dan bunga rambat untuk hadiah Sofia (nama anak kambing dirumah).

Sampai suatu ketika Rara pergi bersama bunda ke rumah Kak Zahro (anak dari amah Miftah, teman bunda di Salimah). Disana kebanyakan tanaman tumbuh didalam pot, yang artinya tanaman tersebut bisa dikatakan tanaman hias. Rara dengan santainya memetik satu persatu daun yang tumbuh dengan subur dan penuh kasih sayang itu. Gimana enggak, daunnya kinclong-kinclong mungkin karena yang punya rajin ngelapin satu-satu setiap hari (who knows?) Dan tiba-tiba kak Zahro pun protes bertanya kesemua orang sambil membawa beberapa lembar daun kuping gajahnya, “siapa ini yang motesin daun-daunku?” (oh nooo....that’s my sweet heart do). Jadilah kami minta maaf dan dapat satu pelajaran menarik dihari itu.

Mari kita merenung sejenak.

Dari daun manusia bisa mendapat banyak hal. Daun begitu menginspirasi. There’s so much lesson to learn from the leaf.

Daun, saat ia masih berada diatas pohon menempel pada tangkainya, kerjanya adalah memberi. Diserapnya energi matahari untuk ia olah menjadi sumber tenaga dan ia alirkan keseluruh tubuh sang pohon.  Saat tiba waktunya ia terlepas dari tangkai, daun tak pernah protes terhadap Tuhan. Ia jalani setiap takdirnya dengan tetap tenang, ia berayun dibawa angin. Bertemu dengan daun lain, bertemu dengan rerumputan, dengan kupu-kupu, dengan ternak , begitu menikmatinya. Bahkan begitu menikmatinya sampai seakan ia telah diberitahu oleh Tuhan bahwa dalam kejatuhannya ia tetap dapat memberi. Benar saja. Ketika daun mencapai tanah, daun berubah menjadi humus. Sumber kehidupan baru. Daun tetap memberi. Tetap bermanfaat.




“… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)....” (al-An’aam: 59) 


HATIKU SELEMBAR DAUN
Oleh: Sapardi Djoko Damono
hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput 
nanti dulu, biarkan aku terbaring disini
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi

Tuesday, March 3, 2015

Bento; Alternatif Sehat Bingkisan Ulang Tahun

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 1 comments
Charaben (character bento) yang awalnya digandrungi oleh para ibu di Jepun sebagai kreasi penyajian bekal si kecil, saat ini juga telah mewabah di Indonesia. Saya salah satu korban yang terjangkit virus baik ini. Hehe.

Anak mana sih yang tidak tertarik jika melihat wadah lucu yang ternyata semua isinya bisa mereka makan? Bagi ibu yang kadang  anaknya sulit makan sayur atau buah pun (picky eater), dengan jurus charaben hal itu bisa diatasi.

"Wah apa nanti malah gk membuat anak menjadi manja mbak, gk mau makan kalau gk dibuatkan bentuk yang lucu?" 

(Membuatkan si kecil charaben adalah salah satu sarana  ibu untuk mengungkapkan rasa sayang pada anak-anaknya. Bicara rasa sayang, tentu saja tak boleh berlebihan. Kita dapat memberikannya cukup dihari istimewa mereka.  Misalnya saat weekend, saat mereka mendapat prestasi disekolah atau saat berulang tahun. Dengan begitu maka anak-anak akan merasa bahwa  Anda amat sangat mencintainya).

"Wah tapi saya sibuk mbak, mana sempat membuatkan makanan yang ribet seperti itu?" 

( Tenang saja, membuat charaben  ada tipsnya kok, biar gk ribet dan tetap menyenangkan. Tapi kalau Anda menyerah karena harus membuat porsi yang banyak untuk goodiebag, Dapur Denas siyaaap membantu. Hihihihii. )

Seperti pesanan charaben Dapur Denas yang satu ini. Tujuannya untuk isi goodiebag ulang tahun kak Hasan (anak dari sahabat saya). Sahabat saya ini bunda hebat, Masakannya enak-enak. Tapi dengan anak 3 dan beragam aktivitas, mana sempat lagi merancang bento untuk ulang tahun anaknya. Jadilah saya yang membuatkan.

Dalam membuat charaben, bahan baku yang saya pakai tetap berpedoman dengan prinsip kebutuhan si kecil. Artinya, sebisa mungkin saya menggunakan produk rumahan (homemade)

Seperti bento box yang Anda lihat pada gambar, menu yang saya sajikan kali ini adalah nasi kuning dengan umbo rampenya. Nasi kuning, ayam goreng, perkedel kentang, sosis rumahan, telur dadar ala bento, telur puyuh, sayuran (selada, yuri, tomat chery), buah (melon, semangka merah dan kuning), butter cookies dan puding mangga.



















Sekarang saya akan memberikan tips singkat dalam membuat goodiebag bentonya ya.

  1. Designlah terlebih dahulu tema dan layout bento yang akan Anda buat. Hal ini akan memudahkan Anda dalam menentukan bahan apasaja yang harus disiapkan. Begitu pun saat menata, Anda tinggal mengikuti designnya saja.
  2. Aturlah menu harian anak, jika perlu selama 1 pekan sudah Anda buat siklusnya. Misalnya Anda membuat nugget homemade atau perkedel, schotel, sosis dan lainnya untuk sepekan dan simpan dalam kulkas. 
  3. Siapkan detail karakter (seperti mata,senyum, hidung dll) diwaktu malam, sehingga saat penataan Anda masih bisa santai.
  4. Mulailah membuat!
  • Nasi Kepal (Onigiri) Angry Bird
Untuk nasi kuning, saya membuat nasi kuning sederhana menggunakan rice cooker. 
Untuk nasi berwarna merah, saya menggunakan pewarna alami yaitu air rebusan angkak. 
Cetaklah nasi kuning menggunakan onigiri mold (jika tidak punya, Anda bisa menyetaknya dengan tangan dialasi plastic wrap) dan tempelkan nasi merah berbentuk oval sehingga membentuk wajah angry bird.


Tips! Agar nasi tercetak rapih dan tidak retak, beras yang Anda gunakan dapat dicampur dengan sedikit ketan. Ini akan menghasilkan nasi yang mirip dengan nasi Jepun.


  • Sosis bunga
Saya menggunakan sosis rumahan (kapan-kapan saya share resepnya ya) dan egg sheet.

Caranya, ambil sosis sepanjang 5cm kemudian kerat dengan pisau salah satu sisinya menjadi kotak-kotak, rebus dan sisihkan. Selanjutnya ambil egg sheet sepanjang 10cm, lipat 2 memanjang, kerat dengan pisau pada bagian lipatannya. Bungkuslah sosis dengan egg sheet yang sudah menyerupai kelopak bunga. Dan tusuk dengan spagetti mentah diujungnya (spagetti segabai pengganti tusuk gigi agar lebih aman bagi anak-anak, karena setelah lembab spagetti akan melunak dengan sendirinya).

Membuat Egg Sheet:
1 butir telur ayam
1sdm air
1sdm tepung maizena
garam secukupnya

Larutkan maizena dengan air, kocok telur dan larutan tsb+garam. saring agat tak berbuih. masak seperti biasa membuat omelet hanya tak perlu dibalik. 

  • Puding beruang
Saya hanya menghias puding cup dengan stroberi sebagai telinga dan coklat leleh untuk mata, hidung dan mulutnya. So simple.


  • Buah saya cetak bulat dengan sendok cocktail, yuri dan tomat saya potong dan bentik seperti potongan semangka.
  • Paha ayam goreng, telur puyuh dan perkedel saya biarkan tanpa dibentuk karakter.


Bagaimana, tertarik untuk membuatkan sajian istimewa untuk si kecil? Mereka pasti akan bergumam, "wooow, bundaku memang koki bintang lima!" fufufuuu...

Happy bento, bento your days!



Sunday, March 1, 2015

Belajar dari sebatang padi

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments





       Bersyukur rumah kami terletak disebuah desa pinggiran kota. Yang artinya Rara (anak kami) masih bisa mengalami begitu banyak hal yang menyenangkan disekitar rumahnya. 
        Dan tanpa harus mengeluarkan effort yang besar, kami tetap bisa mengakses kebutuhan dan aktivitas diluar desa seperti dunia kampus, masjid besar, tempat bunda belanja bahan kue,dll. 
      Itu karena Jogja ukurannnya kecil dan relatif tidak macet. Jadi klo ada yang bilang Jogja itu ngangeni dan bikin betah? It's True

.
Disekitar rumah, Rara bisa mendapatkan pengalaman berkebun, bertani, naik gerobak sapi, masuk kebun tebu, main kerumah bunga krisan, penggilingan padi, peternakan ayam, kandang bebek, kebun salak dll. 

Sekarang memang ia belum dewasa ( belum genap 3 tahun), sepertinya yang ia nikmati  hanya sebatas riang bermain ditengah alam. Namun ketika perjalanan kesawah, perjalanan kekebun atau perjalanan kekandang diiringi dengan percakapan hati seorang ibu dan anak, diselingi dengan pertanyaan lucu-menarik-sangat ingin tau dari mulut kecilnya, berselang dengan sapa orang-orang yang sedang bekerja menghidupi sawah ladangnya, dan dibekali dengan doa seorang ibu yang mengharapkan anaknya diberi kemampuan untuk memahami diri, semesta dan Rabb nya agar bermanfaat...semoga ceritanya akan menjadi lain dan lebih bernilai dalam pandangan Allah.

Kali ini biarkan bunda yang lebih dahulu mengikat ilmu dari setiap momen yang kita lewati. Berharap someday Rara juga bisa mengambil hikmah dari setiap hamparan peristiwa yang Allah takdirkan untuk kita. 

Bertemu dengan padi, ada kutipan yang ingin bunda tulis disini (iya..salah satu hobi bunda sejak sekolah dulu adalah membaca buku, dan menuliskan kembali kata-kata menarik yang ada dalam buku tersebut). Semoga kita semua bisa belajar darinya.





P a d i ..
Ia tumbuh hening di tengah ladang. 
Tatap ia lamat-lamat. 
Di sana, dalam heningnya, ada banyak kebijakan yang menyiur melambai. 
Sebelum berbuah, ia berdiri tegap. Mendongak ke atas. 
Begitu berbuah, ia merunduk ke bawah. Begitu meninggi, ia merendah. 
Merendah berarti mengerti asal usul diri. 
Merendah berarti memahami bedanya manusia dengan Tuhan. 
Merendah berarti mengakui kesetaraan manusia. 
Merendah berarti percaya diri 

|Anis Matta|   


Batik Roll Cake Filling Cocktail

Posted by Denas (Dewi Nastiti) 0 comments
Batik Roll Cake Filling Cocktail

Weheeey...produkya Dapur Denas iyakah sudah di packing seindah itu? huhuhuu...belum, itu hanya dummy. Bundanya Rara lagi iseng aja, biar semangat! Jadi ceritanya beberapa saat yang lalu ada seliweran kursus masak temanya bolu gulung batik. Saya daftar karena ingin tau tekniknya. Alhamdulillah dapat ilmu baru, karena saya tidak yakin jika hanya lihat resepnya akan berhasil membuat. Berbeda dengan cerita lainnya yang ketika cari inspirasi, lihat gambar sudah bisa kebayang diotak saya bagaimana step by stepnya. 


Setelah saya pelajari, ternyata saya gk cocok dengan resep basecake nya. Akhirnya saya mesti utak atik lagi didapur untuk memadukan teknik yang diajarkan agar masuk diresep yang saya inginkan. Dikelas tersebut, teknik yang digunakan adalah steam cake. Sedang saya lebih suka tekstur cake yang ala baking. 

Jadilah Batik Roll Cake ala Denas
Stepnya adalah sbb:
  • Menyiapkan filling (boleh selai, vla, ganache, cream, keju atau buah-buahan) 
  • Menyiapkan loyang (oles dengan minyak nabati, beri alas kertas baking yang telah dipola/langsung gambar. Saya lebih suka langsung gambar, biar gk ribet)
  • Membuat adonan, ambil sebagian untuk menggambar motif
  • Memanggang, mem-filling, dan menggulung



Yumm!

Note: Resep Roll Cake saya share diceerita selanjutnya saja yaa...tiba-tiba terpanggil utuk kejendela sebelah nih. hihihi *random abstrak* Happy Baking Bondaaaa...
Denas (Dewi Nastiti)

Kumpulan tulisan ini adalah anak-anak zamannya. Lahir saat badai menerpa seluruh sisi kehidupan bangsa kita. Kumpulan tulisan ini adalah kerja kecil untuk tetap mempertahankan harapan dan optimisme kita ditengah badai itu.

Krisis adalah takdir semua bangsa. Ia tidak perlu disesali. Apalagi dikutuk. Kita hanya perlu meyakini sebuah kaidah, bahwa masalah kita bukan pada krisis itu terjadi. Itu tanda kelangsungan hidup atau kehancuran sebuah bangsa.

Pahlawan bukanlah orang suci dari langit yang diturunkan kebumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali kelangit. Pahlawan adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis.

Mereka tidak harus dicatat dalam buku sejarah. Atau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Mereka juga melakukan kesalahan dan dosa. Mereka bukan malaikat. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Mereka merakit kerja-kerja kecil jadi sebuah gunung: karya kepahlawanan adalah tabungan jiwa dalam masa yang lama.

Orang-orang biasa yang melakukan kerja-kerja besar itulah yang kita butuhkan di saat krisis. Bukan orang-orang yang tampak besar tapi hanya melakukan kerja-kerja kecil lalu menulisnya dalam autobiografinya. Semangat untuk melakukan kerja-kerja besar dalam sunyi yang panjang itulah yang dihidupkan kumpulan tulisan ini. Maka tulisan-tulisan ini mencoba menghadirkan makna-makna yang melatari sebuah tindakan kepahlawanan. Bukan sekedar cerita heroisme yang melahirkan kekaguman tapi tidak mendorong kita meneladaninya.

Para pahlawan bukan untuk dikagumi. Tapi untuk diteladani. Maka makna-makna yang melatari tindakan mereka yang perlu dihadirkan ke dalam kesadaran kita. Jadi tulisan-tulisan ini adalah pesan untuk orang-orang biasa, seperti saya sendiri, atau juga anda para pembaca, yang mencoba dengan tulus memahami makna-makna itu, lalu secara diam-diam merakit kerja-kerja kecil menjadi sebuah gunung karya.

Sukses blog ini tidak perlu diukur dengan tiras besar. Tapi jika ada satu-dua hati yang mulai tergerak, dan mulai bekerja, saya akan cukup yakin berdoa kepada Allah: "Ya Allah, Jadikanlah kerja kecil ini sebagai kendaraan yang akan mengantarku menuju ridha dan surga-Mu.

Anis Matta

Denas (Dewi Nastiti)

Seseorang tidak menjadi pahlawan karena ia melakukan pekerjaan-pekerjaan kepahlawanan sepanjang hidupnya. Kepahlawanan seseorang biasanya mempunyai momentumnya. Ada potongan waktu tertentu dalam hidup seseorang dimana anasir kepahlawanan menyatu padu. Saat itulah ia tersejarahkan.

Akan tetapi, kita tidak mengetahui kapan datangnya momentum itu. Yaitu, kematangan pribadi dan peluang sejarah. Simaklah firman Allah SWT, “Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan....” (Al-Qashash: 14)

Usaha manusiawi yang dapat kita lakukan adalah mempercepat saat-saat kematangan pribadi kita. Ini jenis kerja kapitalisasi asset kesejarahan personal kita. Yang kita lakukan di sini adalah mengumpulkan sebanyak mungkin potensi dalam diri kita, mengolahnya, dan kemudian mengkristalisasikannya. Dengan cara ini, kita memperluas “ruangan keserbamungkinan” dan sedikitnya membantu kita menciptakan peluang sejarah. Atau, setidaknya mengantar kita untuk berdiri dipintu gerbang sejarah.

Para pahlawan mukmin sejati tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan masalah peluang sejarah. Kematangan pribadi seperti modal dalam infestasi. Seperti apapun baiknya peluang anda, hal itu tidak berguna jika pada dasarnya Anda memang tidak punya modal. Peluang sejarah hanyalah ledakan keharmonisan dari kematangan yang terabaikan. Seperti keharmonisan antara pedang dan keberanian dalan medan perang, antara kecerdasan dan pendidikan formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, anda harus memilih salah satunya, maka pilihlah keberanian tanpa pedang dalam perang, atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam ilmu. Selebihnya, biarlah itu menjadi wilayah takdir dimana anda mengharap datangnya sentuhan keberuntungan.

Kesadaran semacam ini mempunyai dampak karakter yang sangat mendasar. Para pahlawan mukmin sejati bukanlah pemimpi di siang bolong, atau orang-orang yang berdoa dalam kekosongan dan ketidakberdayaan. Mereka adalah para petani yang berdoa ditengah sawah, para pedagang yang berdoa ditengah kecamuk perang. Mereka mempunyai mimpi besar, tetapi pikiran mereka tercurahkan sepenuhnya pada kerja. Sekali-kali mereka menatap langit untuk menyegarkan ingatan pada misi mereka. Namun, setelah itu mereka menyeka keringat dan kembali bekerja kembali.

Wilayah kerja adalah lingkungan realitas, sedangkan wilayah peluang adalah ruang keserbamungkinan. Semakin luas pijakan kaki kita dalam lingkaran kenyataan, semakin besar kemungkinan menjadi kepastian, mengubah peluang menjadi pekerjaan, mengubah mimpi menjadi kenyataan.

Berjalanlah dengan mantap menuju rumah sejarah. Jika engkau sudah sampai di depan pintu gerbangnya, ketuklah pintunya dan bacakan pada penjaganya puisi Khairil Anwar:

Aku
kalau sampai waktuku
ku mau tak seorang kan merayu
tidak juga kau ….

Anis Matta

Denas (Dewi Nastiti)

Orang-orang menjadi pahlawan karena ia mempunyai bakat kepahlawanan alam dirinya dan karena bakat itu menemukan lingkungan yang memicu pertumbuhannya, kemudian menemukan momentum histiris yang menjadikannya abadi. Setiap orang datang membawa bakat yang berbeda, dan kemudian menemukan momentum historis yang berbeda.

Betapa banyak orang yang berbakat yang tidak menjadi pahlawan, karena tidak menemukan lingkungan dan momentum historis yang mengakomodasi bakatnya. Dan betapa banyak orang yang hidup ditengah lingkungan dan momentum historis yang memungkinkannya menjadi pahlawan, tetapi mereka tidak juga menjadi pahlawan. Karena memang mereka tidak berbakat.

Maka, keunikan individual para pahlawan itu adalah keniscayaan sejarah. Sebagian keunikan itu bersumber dari bakatnya, sebagian yang lainnya bersumber dari ruang dan waktu serta situasi-situasinya. Keharmonisan dan perpaduan antara bakat, ruang, waktu dan situasi adalah faktor utama yang mengantarkan seseorang kepada dunia kepahlawanan. Inilah yang dimaksud Allah SWT, “Setiap orang dimudahkan melakukan apa yang untuknya ia ciptakan.”

Maka, seseorang kemudian dianggap pahlawan karena ia melahirkan karya yang berbeda dari karya orang lain. Sejarah tidak mencatat pengulangan-pengulangan. Kecuali, untuk karya dalam bidang yang sama dengan kualitas yang berbeda secara hirarkis, tetapi berbeda dalam situasinya. Hal ini menyebabkan letak kepahlawanan setiap orang selalu berbeda.

Jadi, justru disinilah letak masalahnya. Menjadi unik adalah beban psikologis yang tidak semua orang dapat memikulnya. Ancaman bagi orang-orang yang unik adalah isolasi, keterasingan, dan akhirnya adalah kesepian. Sebab, tidak semua orang dapat memahaminya. Ketika Umar bin Khattab menemukan bahwa ternyata Allah SWT membuka pintu kekayaan dunia pada masa khilafahnya, ia mulai cemas jangan-jangan ini bukan prestasi, tetapi justru karena Allah ingin memisahkannya dari kedua pendahulunya, Rasulullah saw dan Abu Bakar. Sebab, Allah tidak membuka pintu kekayaan dunia pada kedua masa itu.

Para pahlawan mukmin sejati memahami kenyataan ini dengan baik. Dibutuhkan suatu tekad dan keberanian moral untuk menembus tirai kesalahpahaman publik dan lingkungan. Itu pada tahap awalnya. Namun, dibutuhkan tekad dan keberanian yang lebih besar lagi pada tahap selanjutnya. Yaitu, tekad dan keberanian untuk “memaksakan” kehadiran pribadi mereka dalam struktur kesadaran masyarakat. Inilah saat yang paling menegangkan dalam proses “pensejarahan” seseorang, karena sejarah hanyalah refleksi dari struktur kesadaran kolektif masyarakat. Pada saat seperti itulah, seorang pahlawan “memaksa” masyarakat untuk mengakuinya secara natural. Memaksa masyarakat untuk tunduk dihadapan kehebatan-kehebatannya. Memaksa masyarakat menyerah pada rasa kagum mereka terhadapnya, karena kebaikan-kebaikan yang berserakan pada individu-individu masyarakat itu berkumpul dalam diri sang pahlawan.

Maka, ketika Rasulullah saw wafat, para sahabat terguncang. Ketika Khalid bin Walid meninggal, para wanita Madinah menangis. Guncangan jiwa dan derai air mata dan bentuk-bentuk penyerahan diri masyarakat terhadap rasa kagum mereka.

Jika engkau bersedia untuk menerima takdir kesepian sebagai pajak bagi keunikan, maka niscaya masyarakat juga akan membayar harga yang sama: kelak mereka akan merasa kehilangan.

Anis Matta

Denas (Dewi Nastiti)

Tidak ada manusia yang sempurna. Memang itulah kenyataannya. Akan tetapi, pada waktu yang sama kita juga diperintahkan untuk berusaha menjadi sempurna. Atau, setidaknya mendekati kesempurnaan.

Inilah masalahnya. Adakah kesalahan dalam perintah ini? Tidak! Namun, mengapa kita diperintahkan melakukan sesuatu yang tidak mungkin menjadi kenyataan? Jawabannya adalah kesempurnaan itu relatif. Ukuran kesempurnaan itu relatif. Ukuran kesempurnaan adalah batas maksimum dari kemampuan setiap individu untuk berkembang. Karena, “Allah membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”(Al-Baqarah: 286).

Maka, bergerak menuju kesempurnaan adalah bergerak menuju batas maksimum itu. Akan tetapi, kemudian muncul pertanyaan baru, “Bagaimana cara mengetahui batas maksimum itu?”

Tidak ada jawaban ilmiah yang cukup valid untuk pertanyaan ini, jika jawaban yang kita harapkan adalah ukuran kuantitatif. Bahkan, tokoh-tokoh besar dalam sejarah manusia, kata Syeikh Muhammad Al-Ghazali dalam Jaddid Hayataka, ternyata hanya menggunakan lima sampai sepuluh persen dari total potensi mereka. Berapakah, misalnya, jumlah waktu yang dibutuhkan Einstein untuk menemukan teori realitivitas, jika sebanding dengan total umurnya?

Jadi, ukurannya tidak bersifat kuantitatif. Namun, bersifat psikologis. Yaitu, semacam kondisi psikologis tertentu yang dirasakan seseorang dari suatu proses maksimalisasi penggunaan potensi diri, dimana seseorang memasuki keadaan yang oleh Al-Qur'an disebut “menjelang putus asa.” (Yusuf: 110).

Maka, kesempurnaan itu obsesi. Bila obsesi itu kuat, maka ia akan menjadi mesin yang memproduksi tenaga jiwa, yang membuat seseorang mampu bergerak secara konstan menuju titik kesempunaan. Yang kemudian terjadi dalam kenyataan adalah suatu proses perbaikan berkesinambungan. Karena itu, kadar kepahlawanan seseorang tidak diukur pada awal perjalanan hidupnya. Tidak juga pada pertengahannya. Namun, pada akhirnya; pada perbandingan antara satuan waktunya dengan satuan karyanya dan pada perbandingan antara karyanya dengan karya orang lain. Seseorang dianggap pahlawan karena jumlah satuan karyanya melebihi jumlah satuan waktunya dan karena kualitas karyanya melebihi kualitas rata-rata orang lain.

Itulah sumber dinamika yang dimiliki para pahlawan mukmin sejati: obsesi kesempurnaan. Akan tetapi, obsesi ini mudah dilumpuhkan oleh sebuah virus yang biasanya menghinggapi para pahlawan. Yaitu, kebiasaan merasa besar karena karya-karya itu, walaupun ia sangat merasakan hal itu. Sebab, perasaan itu akan membuatnya berhenti berkarya. Maka, Imam Ghazali mengatakan, “Siapa yang mengatakan saya sudah tahu, niscaya ia segera menjadi bodoh.”

Jadi, musuh obsesi kesempurnaan adalah sifat megalomania. Inilah hikmah yang kita pahami dari turunnya surah Al-Nasr pada saat Fathu Makkah, “Apabila ia datang pertolongan Allah dan kemenangannya, dan engkau melihat orang-orang berbondong-bondong masuk kedalam agama Allah, maka bertasbihlah kepada Tuhanmu dan mintalah ampunan-Nya, karena sesungguhnya Ia Maha Menerima Taubat.”

Rasulullah saw pun tertunduk sembari menangis tersedu-sedu saat menerima wahyu itu, hingga janggut beliau menyentuh punuk untanya. Membebaskan satu negeri adalah karya besar. Akan tetapi, ketika Uqbah bin Nafi' bergerak untuk membebaskan Afrika, beliau hanya mengucapkan sebuah kalimat yang sangat seerhana, “Ya Allah, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Anis Matta

Denas (Dewi Nastiti)

Nama para pahlawan mukmin sejati senantiasa harum sepanjang sejarah. Akan tetapi, hanya sedikit orang yang mengetahui berapa besar pajak yang telah mereka bayar untuk keharuman itu. Masyarakat manusia pada umumnya selalu mempunyai dua sikap terhadap keharuman itu. Pertama, mereka biasanya akan mengagumi para pahlawan itu, bahkan terkadang sampai pada tingkat pendewaan. Kedua, mereka akan merasa kasihan kepada para pahlawan tersebut, karena mereka tidak sempat menikmati hidup secara wajar. Yang kedua ini biasanya datang dari keluarga dekat sang pahlawan.

Apa yang dirasakan “orang luar” berbeda dengan apa yang dirasakan oleh sang pahlawan itu sendiri. Kekaguman, mungkin merupakan sesuatu yang indah bagi banyak orang. Namun, para pahlawanlah yang membayar harga keharuman itu. Dan, harga itu yang tidak diketahui orang banyak. Maka, seorang penyair Arab terbesar, Al-Mutanabbi, mengatakan, “orang luar mengagumi kedermawanan sang pahlawan, tetapi tidak merasakan kemiskinan yang mungkin diciptakan oleh kedermaanan. Orang luar mengagumi keberanian sang pahlawan, tetapi mereka tidak merasakan luka yang menghantarnya menuju kematian.”

Akan tetapi, ada juga kenyataan lain yang sama sekali terbalik. Keluarga para pahlawan seringkali tidak merasakan gaung kebesaran atau semerbak harum nama sang pahlawan. Karena, ia hidup ditengah-tengah mereka, setiap hari, bahkan setiap saat. Bagi mereka, sang pahlawan adalah juga manusia biasa, yang mempunyai keinginan-keinginan dan kegemaran-kegemaran tertentu seperti mereka. Mereka harus menikmatinya. Maka, merekalah yang sering menggoda sang pahlawan untuk tidak melulu “mendaki” langit, tetapi juga sekali-kali “turun” ke bumi.

Kedua sikap itu adalah jebakan. Kekaguman dan pendewaan sering menjebak para pahlawan. Sebab, hal itu akan mempercepat munculnya rasa puas dalam dirinya, sehingga karya yang sebenarnya belum sampai puncak, akhirnya terhenti di pertengahan jalan akibat rasa puas. Itulah sebab Imam Ghazali mengatakan, “Siapa yang mengatakan saya sudah berilmu, maka sesungguhnya orang itulah yang paling bodoh.”

Panggilan turun ke bumi adalah jebakan lain. Menjadi pahlawan memang akan menyebabkan kita meninggalkan sangat banyak kegemaran dan kenikmatan hidup. Bahkan, privasi kita akan sangat terganggu. Namun, itulah pajaknya. Akan tetapi, banyak orang gagal melanjutkan perjalanan menuju puncak kepahlawanan mereka, karena tergoda “kembali” kehabitat manusia biasa, seperti angin sepoy yang mengirim ngantuk kepada orang yang sedang membaca, seperti itulah panggilan turun kebumi menggoda sang pahlawan untuk berhenti mendaki. Itulah sebabnya Allah menegur para mujahidin yang mencintai keluarga mereka melebihi cinta mereka terhadap Allah, Rasul-Nya, dan jihad dijalan-Nya.

Maka, para pahlwan mikmin sejati berdiri tegak disana; diantara tipuan pendewaan dan godaan kenikmatan bumi. Mereka terus berjalan dengan mantap menuju puncak kepahlawanan: tidak ada kepuasaan sampai karya jadi tuntas, dan tidak ada kenikmatan melebihi apa yang mungkin diciptakan oleh kelelahan.

Anis Matta

Denas (Dewi Nastiti)

Anda harus waspada dan berhati-hati! Sebab, disini ada jebakan kepahlawanan yang sering menipu banyak orang. Sahabat para pahlawan belum tentu juga pahlawan. Inilah tipuannya. Para pahlawan mungkin tidak tertipu, tetapi orang-orang yang bersahabat dengan para pahlawanlah yang lebih sering tertipu.

Dalam lingkungan pergaulan, para pahlawan adalah parfum. Apabila berada ditengah kerumunan, maka semua orang akan kecipratan keharumannya. Apabila ada “orang lain” yang mulai mendekat dan mencium keharuman itu, mungkin ia sulit mengenali dari mana keharuman itu berasal.

Situasi ini tentu saja menguntungkan orang-orang yang mengerumuni sang pahlawan. Mendapatkan peluang untuk diduga sebagai pahlawan. Itulah awal mula kejadiannya. Orang-orang biasa selalu merasa puas dengan bergaul dan menjadi sahabat para pahlawan. Mereka sudah cukup puas dengan mengatakan, “Oh, pahlawan itu sahabatku,” atau ungkapan “Oh, pahlawan itu seangkatan denganku.” orang-orang itu tidak mau bertanya, mengapa bukan dia yang menjadi pahlawan.

Akan tetapi, ada “orang biasa” yang mempunyai sedikit rasa megaloman, semacam obsesi kepahlawanan yang tidak terlalu kuat, namun ada dan meletup-letup pada waktu tertentu. Orang-orang seperti ini sering merasa telah menjadi pahlawan hanya karena ia bersahabat dengan para pahlawan. Dan karenanya, sering berperilaku seakan-akan dialah sang pahlawan.

Yang kita saksikan dalam kejadian ini adalah suatu proses identifikasi “orang biasa” dengan sahabatnya yang “pahlawan”. Ini merupakan tipuan jiwa: seseorang tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan, tetapi mau menyandang gelar kepahlawanan, dengan memanfaatkan kamuflase persahabatan.

Persahabatan memang sering menipu, bukan karena tabiat persahabatan yang memang menyimpan tipuan, tetapi karena sebuah “kebutuhan jiwa” tertentu, yang memanfaatkan persahabatan untuk memenuhinya. Maka, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, suatu ketika memperingatkan para “murid” yang sedang menuntut ilmu di bawah bimbingan para ulama. Katanya, “Waspadalah, jangan merasa telah menjadi ulama, hanya karena bergaul dan bersahabat dengan para ulama.”

Apakah kita harus meninggalkan sahabat-sahabat kita yang para pahlawan itu? Tentu saja tidak! Yang perlu kita lakukan adalah meluruskan perasaan kita sendiri dan meluruskan pandangan terhadap diri kita sendiri. Suatu saat, Buya Hamka membawa istrinya kedalam sebuah majelis, dimana ia akan berceramah. Tiba-tiba, tanpa diduga, sang protokol juga mempersilahkan juga istri beliau untuk berceramah. Mereka tentu berprasangka baik: istri sang ulama juga mempunyai ilmu yang sama. Dan, istri beliau benar-benar naik ke podium. Buya Hamka terhenyak. Hanya satu menit. Setelah memberi salam, istrinya berkata, “Saya bukan penceramah, saya hanya tukang masak untuk sang penceramah.”

Jangan melakukan identifikasi diri yag salah. Jangan menilai diri sendiri melampaui kadarnya yang objektif. Namun, ada yang jauh lebih penting dari itu. Jangan pernah berpikir untuk menjadi pahlawan, tanpa melakukan pekerjaan-pekerjaan para pahlawan.

Anis Matta

Denas (Dewi Nastiti)


Kalau intinya cinta adalah memberi, maka pemberian pertama seorang pencinta sejati adalah perhatian. Kalau kamu mencintai seseorang, kamu harus memberi perhatian penuh kepada orang itu. Perhatian yang lahir dari lubuk hati paling dalam, dari keinginan yang tulus untuk memberikan apa saja yang diperlukan orang yang kamu cintai untuk menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya.

Perhatian adalah pemberian jiwa: semacam penampakan emosi yang kuat dari keinginan baik kepada orang yang kita cintai. Tidak semua orang memiliki kesiapan mental untuk memperhatikan. Tidak juga semua orang yang memiliki kesiapan mental memiliki kemampuan untuk terus memperhatikan.

Memperhatikan adalah kondisi di mana kamu keluar dari dalam dirimu menuju orang lain yang ada di luar dirimu. Hati dan pikiranmu sepenuhnya tertuju kepada orang yang kamu cintai. Itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Mereka yang bisa keluar dari dalam dirinya adalah orang-orang yang sudah terbebas secara psikologis. Yaitu bebas dari kebutuhan untuk diperhatikan. Mereka independen secara emosional: kenyamanan psikologis tidak bersumber dari perhatian orang lain terhadap dirinya. Dan itulah musykilnya. Sebab sebagian orang besar lebih banyak terkungkung dalam dirinya sendiri. Mereka tidak bebas secara mental. Mereka lebih suka diperhatikan daripada memperhatikan. Itu sebabnya mereka selalu gagal mencintai.

Itulah kekuatan para pencinta sejati: bahwa mereka adalah pemerhati yang serius. Mereka memperhatikan orang-orang yang mereka cintai secara intens dan menyeluruh. Mereka berusaha secara terus-menerus untuk memahami latar belakang kehidupan sang kekasih, menyelidiki seluk beluk persoalan hatinya, mencoba menemukan karakter jiwanya, mendefinisikan harapan-harapan dan mimpi-mimpinya, dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai kepada harapan-harapannya.

Para pemerhati yang serius biasanya lebih suka mendengar daripada didengarkan. Mereka memiliki kesabaran yang cukup untuk mendengar dalam waktu yang lama. Kesabaran itulah yang membuat orang betah dan nyaman menumpahkan isi hatinya kepada mereka. Tapi kesabaran itu pula yang memberi mereka peluang untuk menyerap lebih banyak informasi tentang sang kekasih yang mereka cintai.

Tapi di sini juga disimpan sesuatu yang teramat agung dari rahasia cinta. Rahasia tentang pesona jiwa para pencinta. Kalau kamu terbiasa memperhatikan kekasih hatimu, secara perlahan-lahan dan tanpa ia sadari ia akan tergantung dengan perhatianmu. Secara psikologis ia akan sangat menikmati saat-saat diperhatikan itu. Bila suatu saat perhatian itu hilang, ia akan merasakan kehilangan yang sangat. Perhatian itu niscaya akan menyiksa jiwanya dengan rindu saat kamu tidak berada di sisinya. Mungkin ia tidak mengatakannya. Tapi ia pasti merasakannya.

~(serial cinta, anis matta)~

Denas (Dewi Nastiti)


Cinta adalah kata yang mewakili seperangkat kepribadian yang utuh: gagasan, emosi dan tindakan. Gagasannya adalah tentang bagaimana membuat orang yang kita cintai tumbuh dan berkembang menjadi baik, dan berbahagia karenanya. Ia juga emosi yang penuh kehangatan dan gelora karena seluruh isinya adalah semata-mata keinginan baik. Tapi ia harus mengejawantah dalam tindakan nyata. Sebab gagasan dan emosi tidak merubah apa pun dalam kehidupan kita kecuali setelah ia menjelma jadi aksi.

Orang-orang seringkali hanya mengambil bagian tengah dari cinta: emosi. Dalam kehidupan mereka cinta adalah gumpalan perasaan yang romantis dan penuh keindahan. Mereka bahkan meungkin bisa memutuskan untuk mempertahankan suatu penderitaan seringkali karena mereka menikmati romantikanya: hidup digubuk derita, makan sepiring berdua. Mereka melankolik. Karenanya kehidupan mereka tidak berkembang.

Cinta dalam pengertian yang luas inilah yang menjamin bahwa suatu hubungan dapat dipertahankan dalam jangka panjang. Tidak ada hubungan yang dapat dipertahankan - dalam jangka panjang- jika kita tidak mempunyai suatu gagasan tentang bagaimana membuatnya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Kebosanan dalam hubungan suami istri, misalnya, sering terjadi karena keduanya secara personal sama-sama tidak berkembang. Mereka sama-sama mengalami "penyusutan" kualitas kepribadian bersama perjalanan umur. Karenanya mereka sama-sama membosankan.

Jika cinta adalah sebuah totalitas. Di sana gagasan, emosi dan tindakan bergabung jadi satu kesatuan yang utuh dan bekerja secara bersama-sama bagi kebahagiaan dan kebaikan orang-orang yang kita cintai. Orang-orang dengan kepribadian yang lemah dan lembek tidak mencintai dengan kuat. Para pencinta sejati selalu datang dari orang-orang dengan kepribadian yang kuat dan tangguh.

Mencintai -dengan begitu- adalah pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kepribadian. Maka para pencinta sejati selalu mengembangkan kepribadian mereka secara terus menerus. Sebab hanya dengan begitu mereka dapat mengembangkan kemampuan mereka mencintai. Cinta dan kepribadian adalah dua kata yang tumbuh bersama dan sejajar. Makin kuat kepribadian kita makin mampu kita mencintai dengan kuat. Mengendalikan perasaan saja dalam mencintai hanya akan melahirkan para pembual yang menguasai hanya satu keterampilan menebar janji.

Mereka yang ingin menjadi pencinta sejati harus terlebih dahulu membenahi dan mengembangkan kepribadiannya. Menggagas bagaimana membuat orang yang kita cintai tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik, mempertahankan "keinginan baik" kepada orang yang kita cintai secara konstan, dan terus menerus melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk membahagiakan mereka, hanya mempunyai satu makna: itu pekerjaan orang kuat. Cinta adalah pekerjaan orang kuat. Kalau Rasulullah saw dapat menampung sembilan orang istri dalam jiwanya, itu karena ia dapat menampung sembilan kepribadian dalam kepribadiannya.

~ [Serial Cinta, Anis Matta] ~

Denas (Dewi Nastiti)


"Kalau aku adalah Muhammad," kata Iqbal, "aku takkan turun kembali ke bumi setelah sampai di Sidratul Muntaha."

Iqbal barangkali mewakili perasaan kita semua: persoalan keteduhan di haribaan Allah, di puncak langit ketujuh, di Sidratul Muntaha, terlalu menggoda untuk ditinggalkan apalagi untuk sebuah kehidupan penuh darah dan air mata di muka bumi. Dua kehidupan yang tidak dapat diperbandingkan. Sebab perjalanan ke Sidratul Muntaha itu memang terjadi setelah sepuluh tahun masa kenabian yang penuh tekanan, disusul kematian orang-orang tercinta yang menjadi penyangga, Khadijah dan Abu Thalib. Perjalanan itu perlu untuk menghibur Sang Nabi dengan panorama kebesaran Allah swt.

Tapi Sidratul Muntaha bukan penghentian. Maka Sang Nabi turun ke bumi juga akhirnya. Menembus kegelapan hati kemanusiaan dan menyalakannya kembali dengan api cinta. Cintalah yang menggerakkan langkah kakinya turun ke bumi. Cinta juga yang mengilhami batinnya dengan kearifan saat ia berdoa setelah anak-anak Tahif melemparinya dengan batu sampai kakinya berdarah: "Ya Allah, beri petunjuk pada umatku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui." Seperti juga cinta menghaluskan jiwanya sebelas tahun kemudian, saat ia membebaskan penduduk Makkah yang ia taklukkan setelah pertarungan berdarah-darah selama dua puluh tahun: "Pergilah kalian semua, kalian sudah kumaafkan," katanya ksatria.

Dengan kekuatan cintalah Sang Nabi menaklukan jiwa-jiwa manusia dan merentas jalan cepat kedalamnya. Maka wahyu mengalir bagai air membersihkan karat-karat hati yang kotor dan sakit, kemudian menyatukannya kembali dalam jalinan persaudaraan abadi, lalu menggerakkannya untuk menyalakan dunia dengan api cinta mereka. Seketika kota Madinah menyala dengan cinta. Lalu Jazirah Arab. Lalu Persi. Lalu Romawi. Lalu dunia. Dan Rumi pun bersenandung riang:

Jalan para nabi kita adalah jalan cinta
Kita adalah anak-anak cinta 
Dan cinta adalah ibu kita

Jalan cinta selalu melahirkan perubahan besar dengan cara yang sangat sederhana. Karena ia menjangkau pangkal hati secara langsung darimana segala perubahan dalam diri seseorang bermula. Bahkan ketika ia menggunakan kekerasan, cinta selalu mengubah efeknya, dan seketika ia berujung haru.

Begitulah sebuah pertanyaan sederhana mengantar Khalid menuju Islam. Sang Nabi bertanya kepada saudara laki-laki Khalid yang sudah lebih dulu masuk Islam. "Kemana Khalid? Sesungguhnya aku menyaksikan ada akal besar dalam dirinya." Khalid yang pernah membantai pasukan panah Sang Nabi dalam perang Uhud seketika tergetar. Padahal saat itu ia sedang merencanakan serangan kepada Sang Nabi menjelang perjanjian Hudaibiyah. Ia pun mencapai kepasrahannya

Denas (Dewi Nastiti)


Selalu begitu. Cinta selalu membutuhkan kata. Tidak seperti perasaan-perasaan lain, cinta lebih membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.

Tidak mungkin memang. Dua bola mata kita terlalu kecil untuk mewakili semua makna yang membuncah di laut jiwa saat badai cinta datang. Mata yang sanggup menyampaikan sinyal pesan bahwa ada badai dilaut jiwa. Hanya itu. Sebab cinta adalah gelombang makna-makna yang menggores langit hati, maka jadilah pelangi; goresannya kuat, warnanya terang, paduannya rumit, tapi semuanya nyata. Indah.

Itu sebabnya ada surat cinta. Ada cerita cinta, ada puisi cinta, ada lagu, semuanya adalah kata. Walaupun tidak semua kata mampu mewakili gelombang makna-makna cinta, tapi badai itu harus diberi kanal; biar dia mengalir sampai jauh. Cinta membuat makna-makna itu jadi jauh lebih nyata dalam rekaman jiwa kita. Bukan hanya itu. Cinta bahkan menyadarkan kita pada wujud-wujud lain dari kita; langit, laut, gunung, padang rumput, tepi pantai, gelombang, purnama, matahari, senja, gelap malam, cerah pagi, taman bunga, burung-burung... tiba-tiba semua wujud itu punya arti... tiba-tiba semua wujud itu masuk kedalam kesadaran kita... tiba-tiba semua wujud itu menjadi bagian dalam hidup kita... tiba-tiba semua wujud itu menjadi kata yang setia menjelaskan perasaan-perasaan kita... tiba-tiba semua wujud itu berubah menjadi metafora-metafora yang memvisualkan makna-makna cinta. Itu sebabnya para pecinta selalu berubah menjadi sastrawan atau penyair... atau setidaknya menyukai karya-karya para sastrawan, menyukai puisi, atau mau belajar melantunkan lagu. Bukan karena ia percaya bahwa ia akan benar-benar menjadi sastrawan atau penyair yang berbakat... tapi semata-mata ia tidak kuat menahan gelombang makna-makna cinta.

Cinta membuat jiwa kita jadi halus dan lembut... maka semua yang lahir dari kehalusan dan kelembutan itu adalah juga makna-makna yang halus dan lembut... hanya katalah yang dapat menguranginya, menjamahnya perlahan-lahan sampai ia tampak terang dalam imaji kita. Puisi “Aku ingin” nya Sapardi Djoko Damono mungkin bisa jadi sebuah contoh bagaimana kata mengurangi dan menjamah makna-makna itu... apakah Sapardi sedang jatuh cinta atau sedang ingin memaknai kembali cintanya? Saya tidak tahu! Tapi begini katanya:

Aku ingin mencintaimu
Dengan cara yang sederhana
Seperti Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
Dengan cara yang sederhana
Seperti Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

~serial cinta Anis Matta~

Denas (Dewi Nastiti)


Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah kasih Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka 'majnun' lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.

Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu disana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:

O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati

Mari kita ikut berbelasungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.

Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. "Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta dihati yang lain," kata Rumi, "sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain." Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.

kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung: mencintai.

Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yan sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang. Selama kita memiliki cinta, memiliki "sesuatu" yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.

Jadi kita hanya patah atau hancur karena lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak untuk hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita!

~[Serial CintaAnis Matta] ~

Denas (Dewi Nastiti)

Umm..saya udah gk bisa berkata-kata lagi nih...
Habis makan cake buatan sendiri, dan ternyata rasanya enaaaak. Heheee Denas narsiiiis.

Yang mau coba monggoo...
Tinggal order buat yang di Jogja.
Mau buat sendiri juga boleeeh....ini saya kasih contekannya

Tahapan:

1. Membuat base cake
2. Membuat syrup coffee
3. Membuat mousse
4. Mendekor

How to:
1. Base cake yang saya gunakan adalah sponge cake coklat.

Resepnya pakai resep NCC
8kutel+7telur utuh+200gr gula kastor+emulsifier  dikocok sampai kental berjejak
100gr terigu+25gr coklat powder+25gr maizena+15gr susu bubuk dimasukkan dan kocok dg speed rendah
150gr butter(boleh dipadu dg margarin boleh full salah satunya saja) dilelehkan dan dimasukkan sambil aduk balik.
Panggang di 180°C hingga matang. Belah tipis sesuai selera.

2. Syrup coffee
Saya mencairkan kopi instan (pakai nescaffe classic) 2sdm/boleh lebih dalam 300ml air+gula kastor 2sdm.
Tambah essence coffee noir (boleh diskip)

3. Mousse
Ini dia kunci tiramisu.
Saya pakai 250gr keju mascarpone+250ml whip cream yg dikocok dg 50gr gula kastor+1/2sdm vanilla +3sdm syrup coffee
Setelah smooth, simpan dalam kulkas.

4. Dekorasi
Ambil cakenya,siram dg syrup coffee, oles dg selai coklat(saya pakai nutella,boleh merk lain), buat lapisan mousse,cake lagi,begitu seterusnya hingga habis.

Jika sudah selesai, sebaiknya simpan cake dalam freezer agar mousse nya set. Baru kemudian didekor.
Lapisi permukaan cake dg butter cream(saya pakai 100gr haan whip cream dalam 150ml air es).
Lalu dekorlah sesuka hatiiii

Kali ini saya memilih tema putih, saya gunakan spuit no.103 untuk border creamnya, dan coklat putih yg dibentuk kotak-kotak untuk border cake. Selanjutnya saya dusting sedikit dengan coklat powder. Greeting's bar nya saya buat cukup besar agar puas menulisnya, terakhir biar terlihat segar saya tambahkan buah.

Selamat mencoba.
HAPPY BIRTHDAY, My Life. Masto Subroto.

Note:
Saya juga membuat edisi in jar nya, saya pikir ini enak dan praktis karena bisa dinikmati saat "to go" .
Next saya posting saat packaging nya sudah jual-able yaaa...yang ini masih coba cobiiii...

Denas (Dewi Nastiti)
Setting:
Tiba dirumah rasanya saya ingin sebentar saja leyeh-leyeh. Melepas lelah dan menolak sakit yang mulai kirim signal  (reasoning males ngedapur). Jadilah saya "me time" dipojok favorit (ngopi sambil nulis ditemani lagu Chrisye dan Ebit). Heaven.
====

Pagi tadi ada peristiwa menarik yang kami (saya dan Rara) amati. Rara minta sarapan diteras sambil main sama choky, kucing dirumah. Senang rasanya Rara dan choky mulai akur. Soalnya sejak Rara lahir kucing itu jealuos nya minta ampun. Semanis apapun Rara ngajak main, hmm choky nya buang muka bahkan sering langsung pergi begitu saja. Hihihii sabar ya nak...

Tapi bukan kucing yang ingin saya bahas kali ini. Karena nyatanya ada yang lebih menarik. Tadi didepan teras ada segundukan kecil tanah berlubang, dari dalamnya keluar berisan semut hitam berukuran cukup besar. Rara terlihat ingin tahu. Dan saya katakan bahwa itu adalah sarang semut. 

Tak lama kemudian Rara bilang pada saya, "Bun, mam nya coki dibawa semut". WAH...jadi tontonan menarik nih gumam saya. Rara melihat bagaimana kuatnya semut memanggul sebutir whiskas. Saya katakan bahwa semut itu mampu mengangkat beban berat yang ukurannya 50x dari berat tubuhnya. Jadi kalau kita seperti semut, harusnya bunda kuat angkat mobil dengan kedua tangan dan memanggul diatas kepala.Allah baik banget ya Ra sama semut.

Rara juga melihat para semut keluar dari lubang bawah tanah dan membantu teman-temannya membawa makanan ke sarang. Apalagi ketika telur orak-ariknya (bahasa jawa: scrumble egg) ada yang jatuh dan digondol semut, dia teriak. Seperti gk rela tapi penasaran. Lucu, telurnya lebih besar dari lubang sarangnya, jadi semut-semut itu terlihat memakai segala cara agar berhasil membawa telur masuk kedalam. Ada yang memotong sedikit dan membawanya masuk, ada yang masih kekeuh menggeret besar-besar. 

Sambil menghabiskan sarapan, anak saya yang senyumnya bikin hati melting ini terus saja bertanya, "bun, itu ayahnya ya? bundanya mana? bundanya didalem?sama anaknya ya?" dan ini dan itu lucu sekali. Bunda jadi ingat ketika dulu di SoU (School of Universe-tempat bunda mengajar kakak-kakak SD kecil) betapa semut memang menjadi bahasan yang tiada habisnya untuk anak-anak, saking banyaknya hal menarik dan bernilai dari si semut yang bisa kita ambil. Rasanya dulu jatah 2 bulan membahas tema 'Amazing Ants' masih pingin tambah lagi ketika anak-anak ditanya mau request tema apa dibulan berikutnya.

Banyak yang bisa kita kupas lho, mulai dari fakta menarik, siklus hidup, sifat sosial, pekerja keras, bermacam spesies, ekperimen science yang seru (dengan leaf cutter ant misalnya), cari tau makanan kegemaran semut, performing art kostum semut- the ants go marching song, cerita nabi sulaiman, nonton kartun "ants", sampai treasure hunts ala semut, waaaah sekelas pada suka. 

Bagitupun Rara, ngobrolnya jadi banyak sampai-sampai sarapannya nambah. Sabar tunggu agak besar ya nak, baru kita main-main lebih banyak dengan semut.

===

Sekarang kita lihat dari sudut pandang yang berbeda. Dari semut kita bisa belajar arti keikhlasan dan kesungguhan. Yang terlihat, rumah semut adalah rumah mungil berupa gundukan tanah dipermukaan. Tak mengundang banyak mata. Bahkan sering terlupa, terinjak, rata kembali. 

Tapi sadarkah kita, dibawah sana telah terbangun sebuah kompleks yang detail dengan perencanaan dan desain yang amat mengagumkan. Kokoh. Jauh dari pikiran manusia. Sadarkah kita bahwa sesungguhnya semut sedang bekerja didalam sepi, didalam sunyi yang jauh dari hingar bingar. Asing. Ghuroba. Yang ia tahu hanyalah menggunakan jatah hidupnya sebagaimana fitrahnya ia diberi.  

Untuk kita, kadang menjadi asing dan terasing itu baik. 
Asing diantara orang-orang yang berbuat maksiat namun kita dapat berdiri kokoh memegang iman, itu baik.
Asing diantara orang-orang yang dzalim dan kita mampu untuk menggenggam janji Allah, itu baik. 
Asing diantara orang-orang yang enggan beribadah dan kita tetap mencintainya, itu baik. 
Dan asing diantara orang-orang yang suka mengejek ajakan kebaikan namun kita bersabar terhadapnya, itu juga baik. 

Karena  Rasulullah pernah bersabda, "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing" (HR Muslim)

Semoga hati kita senantiasa terpaut pada kebaikan. 






Denas (Dewi Nastiti)

Pengalaman Rara bermain tanah salah satunya adalah kemarin saat kami mengajaknya ke Taman Pintar (baca: salah satu wisata edukasi yang berada dikota Jogja. Berdekatan dengan titik Nol kilometer, disamping “shopping” Beringharjo-tempat belanja buku murah dan berkualitas ala Kwitang -juga dekat dengan pasar yang tentu saja ada pecel dawet dan kawan kawannya. Surga buat bunda).

Membayar Rp 5.000,00 Rara sudah mendapatkan satu bongkah tanah liat yang siap dibentuk menjadi apa yang dikehendakinya. Rara mulai mencubit, menggulung, menggeprek, wuallaaa...jadilah! Maksud saya jadilah ia bosan karena sudah putar-putar disana sejak 3 jam yang lalu. Hehe.

Akhirnya saya mengajak  Rara untuk membuat projek bersama (work with parent). WWP kami kali ini adalah membuat gerabah berbentuk sapi, alasannya karena disamping gubug kami bermain terdapat patung sapi. Hehe (ide yang sangat kepepet-seadanya). Bunda mulai membentuk muka sapi, badan dan totol-totol ciri khas sapi FH (Fries Holland). Rara menempelkan kaki dan buntutnya.  Selesai membuat si sapi gepeng ternyata tanah liatnya masih bersisa, bunda melanjutkan doodling yang bunda suka, pattern kriwel-kriwel atau ungkel-ungkel. Masih bersisa jugaaaa....dan itulah jatah ayah, dibuatkan Rara sebuah perahu ala ayah. Tanah pun habis. Mission accomplished. Horee...!

Asyiknya bermain tanah. Sampai lupa sudah siang dan perut mulai lapar. Pulang lah kami kerumah eyang yang jaraknya tak jauh dari pusat kota Jogja.

Tapi perjalanan si tanah tentu saja belum berakhir sampai disana. Tanah yang merupakan batuan yang melapuk, harus rela dijemur atau bahkan dibakar agar bisa disebut sebagai gerabah, karya seni.
Bahkan agar lebih bagus tanah harus siap dilapis cat atau bahan coating lain yang (menurut sang pekerja seni) akan membuat ia nampak sempurna.



Sama halnya dengan manusia seperti kita. Hamba Allah. Menempa diri adalah sebuah keniscayaan agar ujungnya mendapat kebahagiaan. Keras terhadap diri, tidak manja, bersabar dalam setiap prosesnya, adalah sikap yang wajib ada dalam menuntut ilmu (kehidupan). Easy come easy go. Jangan yaa! Semoga kelak Rara mengerti. Tak ada pelaut ulung yang lahir dari laut yang tenang.





Denas (Dewi Nastiti)

































Postingan saya kali ini untuk melanjutkan tulisan Batik Roll Cake yang sempat terputus disini.
Beberapa motif batik yang saya buat dominan bernuansa bati Jogja. Itu karena saya sedang menumpang hidup di kotanan indah Yogyakarta. 
Diantaranya ada batik sidomukti, kawung,  dan lereng. 

Kalau dihalaman yang kemarin saya bercerita mengenai step by stepnya membuat batik roll cake, sekarang saya ingin sharing tentang resep base cake nya. Langsung saja ya,
Resep yang saya gunakan ada dua, vanila dan coklat.

Base cake vanila:
Bahan A
3 butir telur utuh
3 butir kuning telur
65 gr gula pasir
1sdt emulsifier (SP Ryoto berlabel halal)
1sdm air
1/2 sdt vanila

Bahan B
50 gr tepung terigu protein sedang
10 gr susu bubuk
1/8 sdt BP

Bahan C
65 gr mentega cair (bisa di padu antara mentega dan margarin atau pilih salah satunya saja, atau ditambah sedikit butter oil)

How to:
Kocok bahan A dengan mixer speed tinggi hingga kental berjejak
Masukkan bahan B sambil diayak dengan mixer speed rendah
Masukkan bahan C sambil diaduk dengan spatula
Oven disuhu 180 dercel untuk lapisan 2-3 cm atau 160 dercel untuk lapisan 4cm selama kurang lebih 25 menit.

Note: untuk base yang coklat, bahan B diubah komposisinya menjadi
25 gr terigu protein sedang
20 gr coklat bubuk (merk tulip warnanya pekat)
5 gr maizena
10 gr susu bubuk

Selamat mencoba yaa!

Denas (Dewi Nastiti)
Daun. Rara dan bunda cukup akrab dengan ciptaan Allah yang satu ini. Bukan karena kami ulat yang gemar nyemil  dedaunan lho, tapi karena disekitar rumah kami masih bernuansa ijo royo-royo (bisa dibaca: ndeso).

 














Saking banyaknya daun yang berinteraksi dengan kami, bunda jadi lupa mengajarkan Rara untuk menyayangi sang daun. Lebih tepatnya membedakan mana daun yang boleh dipetik dan mana yang tidak. Yang Rara lihat daun dipetik untuk makanan ternak, daun dipetik untuk dimasak, atau daun dipetik untuk bungkus-bungkus. Rara terlalu bebas memperlakukan mereka. Hobinya petik daun dan bunga rambat untuk hadiah Sofia (nama anak kambing dirumah).

Sampai suatu ketika Rara pergi bersama bunda ke rumah Kak Zahro (anak dari amah Miftah, teman bunda di Salimah). Disana kebanyakan tanaman tumbuh didalam pot, yang artinya tanaman tersebut bisa dikatakan tanaman hias. Rara dengan santainya memetik satu persatu daun yang tumbuh dengan subur dan penuh kasih sayang itu. Gimana enggak, daunnya kinclong-kinclong mungkin karena yang punya rajin ngelapin satu-satu setiap hari (who knows?) Dan tiba-tiba kak Zahro pun protes bertanya kesemua orang sambil membawa beberapa lembar daun kuping gajahnya, “siapa ini yang motesin daun-daunku?” (oh nooo....that’s my sweet heart do). Jadilah kami minta maaf dan dapat satu pelajaran menarik dihari itu.

Mari kita merenung sejenak.

Dari daun manusia bisa mendapat banyak hal. Daun begitu menginspirasi. There’s so much lesson to learn from the leaf.

Daun, saat ia masih berada diatas pohon menempel pada tangkainya, kerjanya adalah memberi. Diserapnya energi matahari untuk ia olah menjadi sumber tenaga dan ia alirkan keseluruh tubuh sang pohon.  Saat tiba waktunya ia terlepas dari tangkai, daun tak pernah protes terhadap Tuhan. Ia jalani setiap takdirnya dengan tetap tenang, ia berayun dibawa angin. Bertemu dengan daun lain, bertemu dengan rerumputan, dengan kupu-kupu, dengan ternak , begitu menikmatinya. Bahkan begitu menikmatinya sampai seakan ia telah diberitahu oleh Tuhan bahwa dalam kejatuhannya ia tetap dapat memberi. Benar saja. Ketika daun mencapai tanah, daun berubah menjadi humus. Sumber kehidupan baru. Daun tetap memberi. Tetap bermanfaat.




“… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)....” (al-An’aam: 59) 


HATIKU SELEMBAR DAUN
Oleh: Sapardi Djoko Damono
hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput 
nanti dulu, biarkan aku terbaring disini
ada yang masih ingin kupandang
yang selama ini senantiasa luput
sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi

Denas (Dewi Nastiti)
Charaben (character bento) yang awalnya digandrungi oleh para ibu di Jepun sebagai kreasi penyajian bekal si kecil, saat ini juga telah mewabah di Indonesia. Saya salah satu korban yang terjangkit virus baik ini. Hehe.

Anak mana sih yang tidak tertarik jika melihat wadah lucu yang ternyata semua isinya bisa mereka makan? Bagi ibu yang kadang  anaknya sulit makan sayur atau buah pun (picky eater), dengan jurus charaben hal itu bisa diatasi.

"Wah apa nanti malah gk membuat anak menjadi manja mbak, gk mau makan kalau gk dibuatkan bentuk yang lucu?" 

(Membuatkan si kecil charaben adalah salah satu sarana  ibu untuk mengungkapkan rasa sayang pada anak-anaknya. Bicara rasa sayang, tentu saja tak boleh berlebihan. Kita dapat memberikannya cukup dihari istimewa mereka.  Misalnya saat weekend, saat mereka mendapat prestasi disekolah atau saat berulang tahun. Dengan begitu maka anak-anak akan merasa bahwa  Anda amat sangat mencintainya).

"Wah tapi saya sibuk mbak, mana sempat membuatkan makanan yang ribet seperti itu?" 

( Tenang saja, membuat charaben  ada tipsnya kok, biar gk ribet dan tetap menyenangkan. Tapi kalau Anda menyerah karena harus membuat porsi yang banyak untuk goodiebag, Dapur Denas siyaaap membantu. Hihihihii. )

Seperti pesanan charaben Dapur Denas yang satu ini. Tujuannya untuk isi goodiebag ulang tahun kak Hasan (anak dari sahabat saya). Sahabat saya ini bunda hebat, Masakannya enak-enak. Tapi dengan anak 3 dan beragam aktivitas, mana sempat lagi merancang bento untuk ulang tahun anaknya. Jadilah saya yang membuatkan.

Dalam membuat charaben, bahan baku yang saya pakai tetap berpedoman dengan prinsip kebutuhan si kecil. Artinya, sebisa mungkin saya menggunakan produk rumahan (homemade)

Seperti bento box yang Anda lihat pada gambar, menu yang saya sajikan kali ini adalah nasi kuning dengan umbo rampenya. Nasi kuning, ayam goreng, perkedel kentang, sosis rumahan, telur dadar ala bento, telur puyuh, sayuran (selada, yuri, tomat chery), buah (melon, semangka merah dan kuning), butter cookies dan puding mangga.



















Sekarang saya akan memberikan tips singkat dalam membuat goodiebag bentonya ya.

  1. Designlah terlebih dahulu tema dan layout bento yang akan Anda buat. Hal ini akan memudahkan Anda dalam menentukan bahan apasaja yang harus disiapkan. Begitu pun saat menata, Anda tinggal mengikuti designnya saja.
  2. Aturlah menu harian anak, jika perlu selama 1 pekan sudah Anda buat siklusnya. Misalnya Anda membuat nugget homemade atau perkedel, schotel, sosis dan lainnya untuk sepekan dan simpan dalam kulkas. 
  3. Siapkan detail karakter (seperti mata,senyum, hidung dll) diwaktu malam, sehingga saat penataan Anda masih bisa santai.
  4. Mulailah membuat!
  • Nasi Kepal (Onigiri) Angry Bird
Untuk nasi kuning, saya membuat nasi kuning sederhana menggunakan rice cooker. 
Untuk nasi berwarna merah, saya menggunakan pewarna alami yaitu air rebusan angkak. 
Cetaklah nasi kuning menggunakan onigiri mold (jika tidak punya, Anda bisa menyetaknya dengan tangan dialasi plastic wrap) dan tempelkan nasi merah berbentuk oval sehingga membentuk wajah angry bird.


Tips! Agar nasi tercetak rapih dan tidak retak, beras yang Anda gunakan dapat dicampur dengan sedikit ketan. Ini akan menghasilkan nasi yang mirip dengan nasi Jepun.


  • Sosis bunga
Saya menggunakan sosis rumahan (kapan-kapan saya share resepnya ya) dan egg sheet.

Caranya, ambil sosis sepanjang 5cm kemudian kerat dengan pisau salah satu sisinya menjadi kotak-kotak, rebus dan sisihkan. Selanjutnya ambil egg sheet sepanjang 10cm, lipat 2 memanjang, kerat dengan pisau pada bagian lipatannya. Bungkuslah sosis dengan egg sheet yang sudah menyerupai kelopak bunga. Dan tusuk dengan spagetti mentah diujungnya (spagetti segabai pengganti tusuk gigi agar lebih aman bagi anak-anak, karena setelah lembab spagetti akan melunak dengan sendirinya).

Membuat Egg Sheet:
1 butir telur ayam
1sdm air
1sdm tepung maizena
garam secukupnya

Larutkan maizena dengan air, kocok telur dan larutan tsb+garam. saring agat tak berbuih. masak seperti biasa membuat omelet hanya tak perlu dibalik. 

  • Puding beruang
Saya hanya menghias puding cup dengan stroberi sebagai telinga dan coklat leleh untuk mata, hidung dan mulutnya. So simple.


  • Buah saya cetak bulat dengan sendok cocktail, yuri dan tomat saya potong dan bentik seperti potongan semangka.
  • Paha ayam goreng, telur puyuh dan perkedel saya biarkan tanpa dibentuk karakter.


Bagaimana, tertarik untuk membuatkan sajian istimewa untuk si kecil? Mereka pasti akan bergumam, "wooow, bundaku memang koki bintang lima!" fufufuuu...

Happy bento, bento your days!



Denas (Dewi Nastiti)





       Bersyukur rumah kami terletak disebuah desa pinggiran kota. Yang artinya Rara (anak kami) masih bisa mengalami begitu banyak hal yang menyenangkan disekitar rumahnya. 
        Dan tanpa harus mengeluarkan effort yang besar, kami tetap bisa mengakses kebutuhan dan aktivitas diluar desa seperti dunia kampus, masjid besar, tempat bunda belanja bahan kue,dll. 
      Itu karena Jogja ukurannnya kecil dan relatif tidak macet. Jadi klo ada yang bilang Jogja itu ngangeni dan bikin betah? It's True

.
Disekitar rumah, Rara bisa mendapatkan pengalaman berkebun, bertani, naik gerobak sapi, masuk kebun tebu, main kerumah bunga krisan, penggilingan padi, peternakan ayam, kandang bebek, kebun salak dll. 

Sekarang memang ia belum dewasa ( belum genap 3 tahun), sepertinya yang ia nikmati  hanya sebatas riang bermain ditengah alam. Namun ketika perjalanan kesawah, perjalanan kekebun atau perjalanan kekandang diiringi dengan percakapan hati seorang ibu dan anak, diselingi dengan pertanyaan lucu-menarik-sangat ingin tau dari mulut kecilnya, berselang dengan sapa orang-orang yang sedang bekerja menghidupi sawah ladangnya, dan dibekali dengan doa seorang ibu yang mengharapkan anaknya diberi kemampuan untuk memahami diri, semesta dan Rabb nya agar bermanfaat...semoga ceritanya akan menjadi lain dan lebih bernilai dalam pandangan Allah.

Kali ini biarkan bunda yang lebih dahulu mengikat ilmu dari setiap momen yang kita lewati. Berharap someday Rara juga bisa mengambil hikmah dari setiap hamparan peristiwa yang Allah takdirkan untuk kita. 

Bertemu dengan padi, ada kutipan yang ingin bunda tulis disini (iya..salah satu hobi bunda sejak sekolah dulu adalah membaca buku, dan menuliskan kembali kata-kata menarik yang ada dalam buku tersebut). Semoga kita semua bisa belajar darinya.





P a d i ..
Ia tumbuh hening di tengah ladang. 
Tatap ia lamat-lamat. 
Di sana, dalam heningnya, ada banyak kebijakan yang menyiur melambai. 
Sebelum berbuah, ia berdiri tegap. Mendongak ke atas. 
Begitu berbuah, ia merunduk ke bawah. Begitu meninggi, ia merendah. 
Merendah berarti mengerti asal usul diri. 
Merendah berarti memahami bedanya manusia dengan Tuhan. 
Merendah berarti mengakui kesetaraan manusia. 
Merendah berarti percaya diri 

|Anis Matta|   


Denas (Dewi Nastiti)
Batik Roll Cake Filling Cocktail

Weheeey...produkya Dapur Denas iyakah sudah di packing seindah itu? huhuhuu...belum, itu hanya dummy. Bundanya Rara lagi iseng aja, biar semangat! Jadi ceritanya beberapa saat yang lalu ada seliweran kursus masak temanya bolu gulung batik. Saya daftar karena ingin tau tekniknya. Alhamdulillah dapat ilmu baru, karena saya tidak yakin jika hanya lihat resepnya akan berhasil membuat. Berbeda dengan cerita lainnya yang ketika cari inspirasi, lihat gambar sudah bisa kebayang diotak saya bagaimana step by stepnya. 


Setelah saya pelajari, ternyata saya gk cocok dengan resep basecake nya. Akhirnya saya mesti utak atik lagi didapur untuk memadukan teknik yang diajarkan agar masuk diresep yang saya inginkan. Dikelas tersebut, teknik yang digunakan adalah steam cake. Sedang saya lebih suka tekstur cake yang ala baking. 

Jadilah Batik Roll Cake ala Denas
Stepnya adalah sbb:
  • Menyiapkan filling (boleh selai, vla, ganache, cream, keju atau buah-buahan) 
  • Menyiapkan loyang (oles dengan minyak nabati, beri alas kertas baking yang telah dipola/langsung gambar. Saya lebih suka langsung gambar, biar gk ribet)
  • Membuat adonan, ambil sebagian untuk menggambar motif
  • Memanggang, mem-filling, dan menggulung



Yumm!

Note: Resep Roll Cake saya share diceerita selanjutnya saja yaa...tiba-tiba terpanggil utuk kejendela sebelah nih. hihihi *random abstrak* Happy Baking Bondaaaa...
 

Notes from Denas Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Templates Image by Tadpole's Notez